“Ketetapan
Hati Untuk Setia Berpegang Pada Ketetapan Dan Perintah-Nya”
By. Aprys Radja
Hari
ini kita akan melihat lagi satu bagian penting dalam firman Tuhan, dalam
kaitannya dengan hidup yang kudus. Satu hal, yang oleh karena doktrin yang
diturunkan kepada kita selama ini, menjadikan hal ini menjadi sedemikian kabur
dan sebagai akibatnya kita memiliki banyak masalah dalam hidup rohani kita.
Saya ingin menyampaikan satu hal yang harus ada di pihak kita dalam hubungannya
dengan sikap kita terhadap Tuhan.
Saudara
tahu bahwa hidup yang kudus itu sangatlah berkaitan dengan bagaimana kita
meresponi Allah, dengan bagaimana kita meresponi firman-Nya, dengan bagaimana
sikap hati kita terhadap sesama, dan juga dengan bagaimana sikap hati kita
terhadap hidup kita sendiri dan cara kita menjalaninya. Apa yang saya maksudkan di sini?. Saudara tahu
bahwa ada begitu banyaknya masalah dalam hidup rohani kita dikarenakan kita
berpikir bahwa kehidupan rohani kita itu sepenuhnya tergantung kepada Allah
tanpa ada bagian yang harus ada di pihak kita. Saudara lihat. Pemikiran seperti
ini kelihatannya benar namun sangatlah berbahaya. Mungkin ada dari antara kita yang
berkata : oh..tidak!. Namun
perhatikanlah bagaimana caranya kita berfungsi. Dalam kenyataannya, dalam
tindakan kita, kita melemparkan semuanya kepada Allah sehingga bagi kebanyakkan
kita, apa yang terjadi itu adalah karena Allah, apapun tanpa adanya tanggung
jawab di pihak kita. Sekalipun kita berkata “tidak” namun demikianlah cara kita
dalam memperlakukan Allah selama ini dan itu terlihat dari tindakan kita
ataupun dari apa yang tidak kita lakukan.
Sebagai
contohnya : “saudara berdoa agar Tuhan mengubahkan diri saudara menjadi pribadi
yang lemah-lembut”. Kemudian apa yang saudara lakukan?. Saudara menunggu sajakah
di situ?. Dan ketika masalah datang, daripada bergantung pada kekuatan Tuhan
untuk bersabar dan bereaksi dengan cara yang baik, kita lebih cenderung
mengikuti keinginan kita untuk marah, mengikuti kebiasaan kita, menurut
bagaimana biasanya kita bereaksi. Jadi, apa artinya saudara berdoa : “Tuhan
jadikanlah saya orang yang lemah-lembut”?. Atau, biar kita lihat hal ini!. Kita
berdoa, Tuhan jadikanlah saya pribadi yang menyenangkan-Mu, pribadi yang kudus.
Dan kemudian, apa yang kita lakukan? Kita menunggu saja di situ, berharap
sesuatu akan terjadi dan kita terus melanjutkan hidup kita sebagaimana biasa
kita menjalaninya, sesuai dengan cara-cara yang selama ini kita tempuh,
berdasarkan kebiasaaan-kebiasaaan yang menyenangkan untuk kita lakukan. Apa
yang sedang kita lakukan ini, kebingungan macam apa ini!. Kepedulian saya pada hari
ini adalah untuk membereskan sikap semacam ini. Mengapa?. Karena selama ini
kita telah begitu salah dalam memperlakukan Tuhan, sejak dari awal, makanya
kita memiliki begitu banyak masalah rohani. Semoga pesan hari ini dapat
memberikan saudara penjelasan yang baik dalam memandang kehidupan rohani kita,
bagaimana kita berhubungan dengan Tuhan.
Sebelumnya,
mari kita perhatikan nats firman Tuhan bagi kita di sini, yaitu Ulangan 26 :
16-19 dan 28 : 9. Mari kita melihat
salah satunya yaitu Ulangan 26 : 16-19, dikatakan : “Pada hari ini TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau
melakukan ketetapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia,
dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu. Engkau telah menerima janji dari pada
TUHAN pada hari ini, bahwa Ia akan menjadi Allahmu, dan engkaupun akan hidup
menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada ketetapan, perintah serta
peraturan-Nya, dan mendengarkan suara-Nya. Dan TUHAN telah menerima janji dari
padamu pada hari ini, bahwa engkau akan menjadi umat kesayangan-Nya, seperti
yang dijanjikan-Nya kepadamu, dan bahwa engkau akan berpegang pada segala
perintah-Nya, dan Iapun akan mengangkat engkau di atas segala bangsa yang telah
dijadikan-Nya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan
menjadi umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu, seperti yang dijanjikan-Nya”.
Kitab
Ulangan merupakan kitab dimana Musa meriwayatkan kembali (mengingatkan kembali)
Israel akan apa yang telah terjadi atas mereka dalam hal hubungan mereka dengan
Tuhan sejak keluarnya mereka dari Mesir dan juga meriwayatkan kembali
perintah-perintah dan ketetapan-ketetapan Tuhan atas mereka. Ia merupakan
perkataan-perkataan dari Musa kepada seluruh bangsa itu diseberang sungai
Yordan, dimana ia tidak di ijinkan Yahweh memasuki tanah yang dijanjikan Allah
itu. Meriwayatkannya atau mengisahkannya kembali dengan tujuan untuk
mengingatkan dan memperingatkan Israel akan sikap mereka terhadap Yahweh, Allah
mereka dan bagaimana Allah menangani mereka. Dan setelah ia meriwayatkan
semuanya itu, ia mengatakan nats yang kita baca ini.
Masa lalu adalah
sebuah pelajaran dan peringatan.
Ada
satu pelajaran yang penting dari hal ini. Masa lalu bukanlah masa yang harus
dilupakan begitu saja. Masa lalu tidak boleh menghalangi masa depan kita namun
bukan dengan melupakannya begitu saja. Kita memang harus selesai dengan masa
lalu dalam artian janganlah membiarkan masa lalu saudara mengendalikan masa
depan anda, sebab jika demikian maka saudara sedang merusakan diri sendiri.
Saudara ku, janganlah membiarkan ingatan akan masa lalu saudara memanipulasi
anda. Jadikanlah masa lalu sebagai satu pelajaran dan peringatan bagi kita dan
menjadikan kita orang yang lebih bersungguh-sungguh dan rendah hati. Paulus
pernah berkata demikian di 1 Korintus 15 : 8-10 : “Dan
yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti
kepada anak yang lahir sebelum waktunya. Karena aku adalah yang paling hina
dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. Tetapi karena kasih
karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang
dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih
keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia
Allah yang menyertai aku”. Perhatikan
ini!. Setelah menerima kasih karunia dari Tuhan, apa yang pernah ia lakukan terhadap
jemaat pada masa lalu (dimana ia adalah seseorang yang pernah menganiaya
jemaat) menjadikannya seseorang yang rendah hati dan seseorang yang begitu
menghargai kasih karunia yang diberikan kepadanya; dan karena ia begitu
menghargai kasih karunia yang diberikan kepadanya, ia bekerja dengan giat di
dalam kasih karunia itu bagi Tuhan. Saudaraku, saudara harus membuktikan bahwa
kasih karunia yang Allah berikan kepada saudara itu tidaklah sia-sia, dengan
menjadi orang yang berkerja keras di dalamnya.
Hubungan kita
dengan Allah : “sebuah perjanjian”.
Dalam
nats yang kita baca di Kitab Ulangan, Israel menjadi umat kudus bagi Yahweh,
Allah mereka berdasarkan perjanjian di antara Allah Yahweh dengan mereka dan
mereka dengan Allah Yahweh. Perjanjian itu adalah janji bahwa Ia akan menjadi
Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Nya yang kudus bagi-Nya. Dalam
perjanjian ini, Israel haruslah hidup menurut jalan yang ditunjukkan Yahweh,
berpegang pada ketetapan Yahweh serta mendengar suara-Nya. Hal ini mengingatkan
kita akan apa yang terjadi pada saat baptisan, bukan? Di baptisan, dengan hati
nurani yang baik kita berikrar kepada Allah. Dengan begitulah saudara dimasukan
menjadi bagian dari tubuh Kristus, Gereja-Nya. Jadi, menjadi umat-Nya berkaitan
dengan janji kita kepada-Nya.
Janji mengandung komitmen,
sebuah ketetapan hati.
Nah,
mari kita lihat dengan baik hal. Apa yang terkandung di dalam janji itu? “Janji” itu menunjukkan komitmen kita
kepada-Nya, ketetapan hati kita kepada Allah, kepada perintah-Nya. Inilah yang
harus terjadi pada awal kehidupan kekeristenan kita. Sebagai gambarannya yaitu apa
yang terjadi di baptisan. Ia merupakan pintu gerbang awal kehidupan Kristen dan
di baptisan kita mengikrarkan ikrar kita, janji kita kepada-Nya. Ini
menunjukkan komitmen kita kepada-Nya. Dengan demikian, adalah satu hal yang
jelas bahwa kita diterima menjadi umat-Nya berdasarkan ikrar atau komitmen kita
kepada-Nya dan Allah pada akhirnya akan memegang janji saudara itu. Berdasarkan
janji itu, Ia akan berhubungan dengan saudara dan akan menghakimi saudara.
Entahkah saudara berjanji kepada-Nya dengan tulus hati ataupun tidak, dengan sungguh-sungguh
atau tidak, Allah akan menghakimi saudara berdasarkan perkataan saudara itu.
Inilah yang terjadi dengan Israel jika saudara membaca kisah mengenai bangsa
ini. Mungkin saudara berkata : kalau begitu saya tidak ingin mengikat perjanjian
dengan-Nya; maka itu berarti saudara juga menolak atau tidak bersedia untuk
menjadi umat-Nya, dan dengan demikian menjauhkan diri saudara dari kasih karunia-Nya.
Nah,
perhatikan ini : “janji itu mengandung komitmen di dalamnya, komitmen untuk
melakukannya”. Di dalamnya terdapat ketetapan hati, kebulatan hati untuk setia kepada
Allah. Banyaknya masalah dalam hidup Kekristenan kita menunjukkan bahwa kita
memiliki masalah dalam komitmen kita. Kita harus mengerti bahwa berdasarkan
firman Allah, sangatlah tidak mungkin untuk menjalani hidup sebagai seorang
Kristen, umat kudus kepunyaan Tuhan kecuali jika kita memiliki komitmen yang
total sedari awalnya. Ini adalah fakta nyata kehidupan setiap hari, bukan
persoalan teori. Ia adalah persoalan tindakan, bukan persoalan mengumpulkan
sebanyak mungkin pengetahuan Alkitab untuk otak kita. Di saat saudara menjalani
hidup sebagai seorang Kristen maka saudara akan tahu bahwa ini adalah sesuatu
yang mustahil. Banyak masalah dalam hidup rohani kita ini dikarenakan
kebanyakan kita memiliki masalah dengan komitmen kita. Ini bukan hanya masalah
di kalangan jemaat awam, namun bahkan orang yang telah memberi diri mereka dalam
melayani Tuhan, sepenuh waktu mereka. Saudara bisa saja telah menyerahkan
segala sesuatu kepada Tuhan (bukan hanya dalam nama namun nyata dalam tindakan,
bukan hanya sekedar keinginan tanpa tindakan) tetapi saudara tetap mengalami
bahwa hidup Kristen saudara sepertinya sangat lemah, tanpa kuasa dan sukacita.
Biar saudara menyadari hal ini, mempertahankan sesuatu bagi diri sendiri
meskipun sedikit akan membinasakan komitmen saudara. Inilah yang sering saya
ingatkan .
Sangat
menyedihkan melihat bagaimana orang-orang di zaman ini termasuk orang Kristen sendiri
tidak begitu mempedulikan bagaimana hubungannya dengan Allah, bahkan ada dari
begitu banyak orang Kristen yang setelah sekian lama menjadi Kristen tidak
memahami apa itu hubungan dengan Allah, seperti apa itu dan ini adalah suatu
keadaan yang sangat menyedihkan. Orang-orang di zaman ini lebih peduli dalam
hal memperoleh penghasilan sebanyak mungkin sekalipun itu berarti mereka harus
kehilangan waktu beribadah mereka kepada Tuhan, sekalipun itu akan sangat
menyibukan mereka dan menguras perhatian mereka dari Tuhan. Mereka lebih begitu
peduli dalam persoalan bagaimana membeli rumah, memiliki mobil, membangun rumah
dengan lebih megah, memperoleh pedapatan lebih besar lagi dan memperluas
fasilitas yang telah mereka punyai. Dan untuk siapa semuanya ini? “untuk Tuhan?
Tidak, untuk diri sendiri”. Untuk Tuhan hanya dalam kata. Inilah masalah yang
menjalar bagaikan kanker di dalam tubuh Kristus, dalam gereja, yang akan
membinasakan tubuh ini, dimana orang-orang Kristen tidak memiliki hati yang
utuh bagi Tuhan, hati mereka tidak ditetapkan bagi-Nya. Mereka adalah
orang-orang yang sangat lemah dalam ketetapan hati mereka.
Nah,
pikirkan ini. Apa artinya Ia, Yahweh menjadi Allah kita?. Hal itu berarti kita
adalah umat-Nya, kepunyaan-Nya. Apa maksudnya kepunyaan-Nya?. “hamba-hamba-Nya”.
Hal itu berarti Ia adalah Tuan kita, Penguasa kita. Nah, pikirkan hal ini dengan mendalam!. Apa
yang akan terjadi dengan semua hal yang berkaitan dengan kita dalam hal Yahweh
menjadi Tuan kita?. Apakah mungkin kita hidup dengan Ia sebagai Allah kita
tanpa ketetapan hati untuk setia dan melakukan ketetapan-Nya?. Jangan berpikir
karena kita hidup dalam masa PB berarti tanpa Hukum. Tidak. Allah adalah Raja
dan itu bermakna adanya pemerintahan. Dan bagaimana Ia menjalankan
pemerintahan-Nya?. Pemerintahan itu tersendiri menyiratkan akan adanya hukum.
Jangan mencoba membuat Ia menjadi Raja tanpa otoritas di dalam hidup anda. Anda
hanya sedang membodohi diri sendiri.
Bagaimana Allah
berhubungan dengan kita bergantung bagaimana kita meresponi-Nya.
Biar
kita memahami hal ini dengan mendalam!. Alasan mengapa hanya sedikit sekali
orang-orang yang mengalami kuasa Allah adalah karena hanya sedikit orang yang
berketetapan hati, yang berkomitmen. Pahami ini. Kita tidak dapat mengikuti
ajaran Tuhan tanpa komitmen dan tanpa kasih karunia. Sekalipun itu adalah hal
yang mustahil namun jika saudara berketetapan hati untuk menghidupinya maka
saudara akan mengalami kuasa-Nya. Kita tidak sedang bicara mengenai berjuang
dengan kekuatan sendiri. Saudara akan gagal. Namun kita sedang berbicara
mengenai berjuang dengan bersandar pada kekuatan-Nya yang memampukan kita. Kudus
berarti berbeda, sama halnya dengan menjadi terang. Menjadi terang berarti
berbeda. Dan bagaimana saudara dapat menjadi terang? Jika ada kuasa. Saudara
hanya dapat menjadi terang melalui kuasa Allah yang mampu mengubahkan itu. Nah,
saudara tidak akan di ubah kecuali saudara mau berketetapan hati, mau
berkomitmen. Perubahan memerlukan kuasa. Dan jika saudara mau menetapkan hati
saudara, berkomitmen untuk membiarkan Dia mengubah saudara maka ia akan
mengubahkan saudara. Jika saudara berketetapan hati untuk setia berpegang pada
ketetapan dan perintah-Nya maka Ia akan memampukan saudara dengan kuasa-Nya.
Ketetapan hati
diekspresikan lewat disiplin hidup.
Perintah-Nya
adalah agar kita hidup kudus maka itu berarti saudara harus membulatkan tekad
saudara untuk tidak berdosa. Matius 5 : 29-30 menunjukkan dengan baik apa itu.
Kebulatan hati atau hati yang berketetapan di sini, ekspresinya adalah suatu
tindakan tegas tanpa kompromi, suatu disiplin terhadap diri sendiri. Ini bukan
bagian Allah tapi bagian kita!. Ada bagiannya untuk Allah mendisplinkan kita
yaitu jika kita tidak mendisiplinkan hidup rohani kita. Kitalah yang harus
mendisiplinkan diri kita. Banyaknya masalah rohani yang kita alami karena kita
melepaskan tanggung jawab ini dari pihak kita. Kita mengharapkan hidup yang
penuh kuasa, yang berkemenangan namun tanpa mau mendisiplinkan diri kita dan
kemudian kita berkata : “Tuhan mengapa saya terus kalah, mengapa hidup saya
tanpa kuasa?”. Kuasa Allah tersedia bagi mereka yang benar-benar serius dalam
hidup rohani ini, dengan kebenaran dan itu dibuktikan dengan hidup yang berdisiplin.
Maksud saya, bukan saudara berbuat dosa dan kemudian saudara mendisplinkan diri
sendiri. Bukan itu. Itu hanya akan memperburuk diri saudara, karena ketika saudara
berbuat dosa, mata saudara tidak akan jernih dan benar dalam menangani diri
saudara sendiri. Maksud saya adalah mendisplinkan diri saudara untuk tidak
berdosa. Inilah teladan dari Rasul Paulus. Ia bertekad untuk tidak ditolak pada
akhirnya dan oleh karena itu, ia membulatkan hatinya, menetapkan hatinya untuk
mengadakan disiplin atas dirinya, untuk melatih hidupnya (1 Kor 9 : 27).
Sekali
lagi, tanpa adanya hati yang berketetapan atau kebulatan hati di sana maka
tidak ada yang namanya komitmen. Saudara tidak akan dapat mengalami Allah jika saudara
masih berpegang pada dosa. Dosa pada dasarnya adalah ketidaksetiaan atau
pelanggaran terhadap kehendak atau ketetapan Allah. Sekalipun itu dosa yang
menurut kita kecil, ia akan menghambat persekutuan kita dengan Allah. Dosa
terjadi karena ketiadaan hati yang bulat atau yang berketetapan untuk setia kepada
kebenaran Allah. Inilah yang terjadi dengan Israel. Mereka kelihatannya
berkomitmen dari perkataan mereka namun mereka sebenarnya tidaklah
sungguh-sungguh berkomitmen kepada Yahweh.
Inilah
prinsip penting yang dapat kita lihat dari perikop yang kita baca disini. Di
dalam perikop yang kita baca, Allah mengungkapkan ketetapan-Nya menurut respon
kita kepada-Nya. Dengan memandang Alkitab maka saudara akan mendapati sebagai
contoh-Nya yaitu bahwa Allah, apakah Ia memberkati kita atau menghakimi kita,
apakah Ia akan bermurah hati atau keras kepada kita bergantung pada bagaimana
kita menanggapi-Nya, meresponi-Nya. Inilah yang terlihat dari Israel. Untuk hal
inilah, orang yang berbeda mengalami Allah secara berbeda. Cara bagaimana saudara
akan mengalami Dia bergantung kepada cara saudara meresponi-Nya. Respon apapun
atau kurangnya respon kepada Dia memberikan petunjuk mengenai kualitas hati
kita. Namun jika saudara mau serius dengan Allah dan itu juga bermakna saudara
serius terhadap kebenaran, maka saudara akan mendapati bahwa Allah juga begitu
serius terhadap saudara.
Tanggung
jawab untuk menetapkan atau membulatkan hati kepada Allah ada di pihak kita.
Kita tidak boleh menyerahkan tanggung jawab ini kepada Allah. Cara bagaimana
Allah akan menanggapi kita pada akhirnya bergantung pada kita sendiri (Maz 18 :
24-27). Orang yang bengkok hatinya akan mendapati sangat sulit berurusan dengan
Allah. Apa maksudnya bengkok hati?. “Orang yang meresponi Allah secara
berbelat-belit”. Jika kita bermain-main dengan Allah, saudara akan mendapati
bahwa Ia juga akan bermain-main dengan saudara
dan saya pastikan bahwa saudaralah yang akan kalah dalam permainan semacam ini.
Allah akan menanggapi kita berdasarkan kelakuan kita. Jadi, jika saudara
mendapati masalah-masalah dalam hidup rohani saudara, maka lihatlah bagaimana
cara saudara meresponi kebenaran selama ini. Dalam nats kita ini, Allah
sebenarnya tidak ingin mengutuk Israel namun jika mereka hidup dalam dosa dan
kejahatan, respon Allah adalah melalui penghakiman. Pilihan adalah suatu
ketetapan hati, bukan permainan. Dalam nats yang kita baca di Ulangan, Israel
dihadapkan secara langsung dengan pilihan di antara kehidupan dan kematian,
berkat dan kutuk. Firman Allah bukan omomg kosong. Allah mengatakan ini adalah
persoalan memilih kehidupan atau kematian dan kita harus menanggapinya. Ini
bukan ungkapan dari akal budi atau pilihan di tahap mental. Kita bisa saja memilih
namun gagal karena tanpa kuasa. Masalah ini bukan persoalan bisa memilih namun
ketetapan hati atau kebulatan hati untuk menghidupi-Nya dengan kekuatan Allah.
AMIN
No comments:
Post a Comment