Tuesday 12 February 2013

Hidup Kudus



 Ketetapan Hati Untuk Setia Berpegang Pada Ketetapan Dan Perintah-Nya

By. Aprys Radja

Hari ini kita akan melihat lagi satu bagian penting dalam firman Tuhan, dalam kaitannya dengan hidup yang kudus. Satu hal, yang oleh karena doktrin yang diturunkan kepada kita selama ini, menjadikan hal ini menjadi sedemikian kabur dan sebagai akibatnya kita memiliki banyak masalah dalam hidup rohani kita. Saya ingin menyampaikan satu hal yang harus ada di pihak kita dalam hubungannya dengan sikap kita terhadap Tuhan.
Saudara tahu bahwa hidup yang kudus itu sangatlah berkaitan dengan bagaimana kita meresponi Allah, dengan bagaimana kita meresponi firman-Nya, dengan bagaimana sikap hati kita terhadap sesama, dan juga dengan bagaimana sikap hati kita terhadap hidup kita sendiri dan cara kita menjalaninya. Apa  yang saya maksudkan di sini?. Saudara tahu bahwa ada begitu banyaknya masalah dalam hidup rohani kita dikarenakan kita berpikir bahwa kehidupan rohani kita itu sepenuhnya tergantung kepada Allah tanpa ada bagian yang harus ada di pihak kita. Saudara lihat. Pemikiran seperti ini kelihatannya benar namun sangatlah berbahaya. Mungkin ada dari antara kita yang berkata  : oh..tidak!. Namun perhatikanlah bagaimana caranya kita berfungsi. Dalam kenyataannya, dalam tindakan kita, kita melemparkan semuanya kepada Allah sehingga bagi kebanyakkan kita, apa yang terjadi itu adalah karena Allah, apapun tanpa adanya tanggung jawab di pihak kita. Sekalipun kita berkata “tidak” namun demikianlah cara kita dalam memperlakukan Allah selama ini dan itu terlihat dari tindakan kita ataupun dari apa yang tidak kita lakukan.
Sebagai contohnya : “saudara berdoa agar Tuhan mengubahkan diri saudara menjadi pribadi yang lemah-lembut”. Kemudian apa yang saudara lakukan?. Saudara menunggu sajakah di situ?. Dan ketika masalah datang, daripada bergantung pada kekuatan Tuhan untuk bersabar dan bereaksi dengan cara yang baik, kita lebih cenderung mengikuti keinginan kita untuk marah, mengikuti kebiasaan kita, menurut bagaimana biasanya kita bereaksi. Jadi, apa artinya saudara berdoa : “Tuhan jadikanlah saya orang yang lemah-lembut”?. Atau, biar kita lihat hal ini!. Kita berdoa, Tuhan jadikanlah saya pribadi yang menyenangkan-Mu, pribadi yang kudus. Dan kemudian, apa yang kita lakukan? Kita menunggu saja di situ, berharap sesuatu akan terjadi dan kita terus melanjutkan hidup kita sebagaimana biasa kita menjalaninya, sesuai dengan cara-cara yang selama ini kita tempuh, berdasarkan kebiasaaan-kebiasaaan yang menyenangkan untuk kita lakukan. Apa yang sedang kita lakukan ini, kebingungan macam apa ini!. Kepedulian saya pada hari ini adalah untuk membereskan sikap semacam ini. Mengapa?. Karena selama ini kita telah begitu salah dalam memperlakukan Tuhan, sejak dari awal, makanya kita memiliki begitu banyak masalah rohani. Semoga pesan hari ini dapat memberikan saudara penjelasan yang baik dalam memandang kehidupan rohani kita, bagaimana kita berhubungan dengan Tuhan.
Sebelumnya, mari kita perhatikan nats firman Tuhan bagi kita di sini, yaitu Ulangan 26 : 16-19 dan  28 : 9. Mari kita melihat salah satunya yaitu Ulangan 26 : 16-19, dikatakan : “Pada hari ini TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan ketetapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu. Engkau telah menerima janji dari pada TUHAN pada hari ini, bahwa Ia akan menjadi Allahmu, dan engkaupun akan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada ketetapan, perintah serta peraturan-Nya, dan mendengarkan suara-Nya. Dan TUHAN telah menerima janji dari padamu pada hari ini, bahwa engkau akan menjadi umat kesayangan-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu, dan bahwa engkau akan berpegang pada segala perintah-Nya, dan Iapun akan mengangkat engkau di atas segala bangsa yang telah dijadikan-Nya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan menjadi umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu, seperti yang dijanjikan-Nya”.

Kitab Ulangan merupakan kitab dimana Musa meriwayatkan kembali (mengingatkan kembali) Israel akan apa yang telah terjadi atas mereka dalam hal hubungan mereka dengan Tuhan sejak keluarnya mereka dari Mesir dan juga meriwayatkan kembali perintah-perintah dan ketetapan-ketetapan Tuhan atas mereka. Ia merupakan perkataan-perkataan dari Musa kepada seluruh bangsa itu diseberang sungai Yordan, dimana ia tidak di ijinkan Yahweh memasuki tanah yang dijanjikan Allah itu. Meriwayatkannya atau mengisahkannya kembali dengan tujuan untuk mengingatkan dan memperingatkan Israel akan sikap mereka terhadap Yahweh, Allah mereka dan bagaimana Allah menangani mereka. Dan setelah ia meriwayatkan semuanya itu, ia mengatakan nats yang kita baca ini.
Masa lalu adalah sebuah pelajaran dan peringatan.
Ada satu pelajaran yang penting dari hal ini. Masa lalu bukanlah masa yang harus dilupakan begitu saja. Masa lalu tidak boleh menghalangi masa depan kita namun bukan dengan melupakannya begitu saja. Kita memang harus selesai dengan masa lalu dalam artian janganlah membiarkan masa lalu saudara mengendalikan masa depan anda, sebab jika demikian maka saudara sedang merusakan diri sendiri. Saudara ku, janganlah membiarkan ingatan akan masa lalu saudara memanipulasi anda. Jadikanlah masa lalu sebagai satu pelajaran dan peringatan bagi kita dan menjadikan kita orang yang lebih bersungguh-sungguh dan rendah hati. Paulus pernah berkata demikian di 1 Korintus 15 : 8-10 : “Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya. Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku”. Perhatikan ini!. Setelah menerima kasih karunia dari Tuhan, apa yang pernah ia lakukan terhadap jemaat pada masa lalu (dimana ia adalah seseorang yang pernah menganiaya jemaat) menjadikannya seseorang yang rendah hati dan seseorang yang begitu menghargai kasih karunia yang diberikan kepadanya; dan karena ia begitu menghargai kasih karunia yang diberikan kepadanya, ia bekerja dengan giat di dalam kasih karunia itu bagi Tuhan. Saudaraku, saudara harus membuktikan bahwa kasih karunia yang Allah berikan kepada saudara itu tidaklah sia-sia, dengan menjadi orang yang berkerja keras di dalamnya.

Hubungan kita dengan Allah : “sebuah perjanjian”.
Dalam nats yang kita baca di Kitab Ulangan, Israel menjadi umat kudus bagi Yahweh, Allah mereka berdasarkan perjanjian di antara Allah Yahweh dengan mereka dan mereka dengan Allah Yahweh. Perjanjian itu adalah janji bahwa Ia akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Nya yang kudus bagi-Nya. Dalam perjanjian ini, Israel haruslah hidup menurut jalan yang ditunjukkan Yahweh, berpegang pada ketetapan Yahweh serta mendengar suara-Nya. Hal ini mengingatkan kita akan apa yang terjadi pada saat baptisan, bukan? Di baptisan, dengan hati nurani yang baik kita berikrar kepada Allah. Dengan begitulah saudara dimasukan menjadi bagian dari tubuh Kristus, Gereja-Nya. Jadi, menjadi umat-Nya berkaitan dengan janji kita kepada-Nya.
Janji mengandung komitmen, sebuah ketetapan hati.
Nah, mari kita lihat dengan baik hal. Apa yang terkandung di dalam janji itu? “Janji” itu menunjukkan komitmen kita kepada-Nya, ketetapan hati kita kepada Allah, kepada perintah-Nya. Inilah yang harus terjadi pada awal kehidupan kekeristenan kita. Sebagai gambarannya yaitu apa yang terjadi di baptisan. Ia merupakan pintu gerbang awal kehidupan Kristen dan di baptisan kita mengikrarkan ikrar kita, janji kita kepada-Nya. Ini menunjukkan komitmen kita kepada-Nya. Dengan demikian, adalah satu hal yang jelas bahwa kita diterima menjadi umat-Nya berdasarkan ikrar atau komitmen kita kepada-Nya dan Allah pada akhirnya akan memegang janji saudara itu. Berdasarkan janji itu, Ia akan berhubungan dengan saudara dan akan menghakimi saudara. Entahkah saudara berjanji kepada-Nya dengan tulus hati ataupun tidak, dengan sungguh-sungguh atau tidak, Allah akan menghakimi saudara berdasarkan perkataan saudara itu. Inilah yang terjadi dengan Israel jika saudara membaca kisah mengenai bangsa ini. Mungkin saudara berkata : kalau begitu saya tidak ingin mengikat perjanjian dengan-Nya; maka itu berarti saudara juga menolak atau tidak bersedia untuk menjadi umat-Nya, dan dengan demikian menjauhkan diri saudara dari kasih karunia-Nya.
Nah, perhatikan ini : “janji itu mengandung komitmen di dalamnya, komitmen untuk melakukannya”. Di dalamnya terdapat ketetapan hati, kebulatan hati untuk setia kepada Allah. Banyaknya masalah dalam hidup Kekristenan kita menunjukkan bahwa kita memiliki masalah dalam komitmen kita. Kita harus mengerti bahwa berdasarkan firman Allah, sangatlah tidak mungkin untuk menjalani hidup sebagai seorang Kristen, umat kudus kepunyaan Tuhan kecuali jika kita memiliki komitmen yang total sedari awalnya. Ini adalah fakta nyata kehidupan setiap hari, bukan persoalan teori. Ia adalah persoalan tindakan, bukan persoalan mengumpulkan sebanyak mungkin pengetahuan Alkitab untuk otak kita. Di saat saudara menjalani hidup sebagai seorang Kristen maka saudara akan tahu bahwa ini adalah sesuatu yang mustahil. Banyak masalah dalam hidup rohani kita ini dikarenakan kebanyakan kita memiliki masalah dengan komitmen kita. Ini bukan hanya masalah di kalangan jemaat awam, namun bahkan orang yang telah memberi diri mereka dalam melayani Tuhan, sepenuh waktu mereka. Saudara bisa saja telah menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan (bukan hanya dalam nama namun nyata dalam tindakan, bukan hanya sekedar keinginan tanpa tindakan) tetapi saudara tetap mengalami bahwa hidup Kristen saudara sepertinya sangat lemah, tanpa kuasa dan sukacita. Biar saudara menyadari hal ini, mempertahankan sesuatu bagi diri sendiri meskipun sedikit akan membinasakan komitmen saudara. Inilah yang sering saya ingatkan .
Sangat menyedihkan melihat bagaimana orang-orang di zaman ini termasuk orang Kristen sendiri tidak begitu mempedulikan bagaimana hubungannya dengan Allah, bahkan ada dari begitu banyak orang Kristen yang setelah sekian lama menjadi Kristen tidak memahami apa itu hubungan dengan Allah, seperti apa itu dan ini adalah suatu keadaan yang sangat menyedihkan. Orang-orang di zaman ini lebih peduli dalam hal memperoleh penghasilan sebanyak mungkin sekalipun itu berarti mereka harus kehilangan waktu beribadah mereka kepada Tuhan, sekalipun itu akan sangat menyibukan mereka dan menguras perhatian mereka dari Tuhan. Mereka lebih begitu peduli dalam persoalan bagaimana membeli rumah, memiliki mobil, membangun rumah dengan lebih megah, memperoleh pedapatan lebih besar lagi dan memperluas fasilitas yang telah mereka punyai. Dan untuk siapa semuanya ini? “untuk Tuhan? Tidak, untuk diri sendiri”. Untuk Tuhan hanya dalam kata. Inilah masalah yang menjalar bagaikan kanker di dalam tubuh Kristus, dalam gereja, yang akan membinasakan tubuh ini, dimana orang-orang Kristen tidak memiliki hati yang utuh bagi Tuhan, hati mereka tidak ditetapkan bagi-Nya. Mereka adalah orang-orang yang sangat lemah dalam ketetapan hati mereka.
Nah, pikirkan ini. Apa artinya Ia, Yahweh menjadi Allah kita?. Hal itu berarti kita adalah umat-Nya, kepunyaan-Nya. Apa maksudnya kepunyaan-Nya?. “hamba-hamba-Nya”. Hal itu berarti Ia adalah Tuan kita, Penguasa kita.  Nah, pikirkan hal ini dengan mendalam!. Apa yang akan terjadi dengan semua hal yang berkaitan dengan kita dalam hal Yahweh menjadi Tuan kita?. Apakah mungkin kita hidup dengan Ia sebagai Allah kita tanpa ketetapan hati untuk setia dan melakukan ketetapan-Nya?. Jangan berpikir karena kita hidup dalam masa PB berarti tanpa Hukum. Tidak. Allah adalah Raja dan itu bermakna adanya pemerintahan. Dan bagaimana Ia menjalankan pemerintahan-Nya?. Pemerintahan itu tersendiri menyiratkan akan adanya hukum. Jangan mencoba membuat Ia menjadi Raja tanpa otoritas di dalam hidup anda. Anda hanya sedang membodohi diri sendiri.
Bagaimana Allah berhubungan dengan kita bergantung bagaimana kita meresponi-Nya.
Biar kita memahami hal ini dengan mendalam!. Alasan mengapa hanya sedikit sekali orang-orang yang mengalami kuasa Allah adalah karena hanya sedikit orang yang berketetapan hati, yang berkomitmen. Pahami ini. Kita tidak dapat mengikuti ajaran Tuhan tanpa komitmen dan tanpa kasih karunia. Sekalipun itu adalah hal yang mustahil namun jika saudara berketetapan hati untuk menghidupinya maka saudara akan mengalami kuasa-Nya. Kita tidak sedang bicara mengenai berjuang dengan kekuatan sendiri. Saudara akan gagal. Namun kita sedang berbicara mengenai berjuang dengan bersandar pada kekuatan-Nya yang memampukan kita. Kudus berarti berbeda, sama halnya dengan menjadi terang. Menjadi terang berarti berbeda. Dan bagaimana saudara dapat menjadi terang? Jika ada kuasa. Saudara hanya dapat menjadi terang melalui kuasa Allah yang mampu mengubahkan itu. Nah, saudara tidak akan di ubah kecuali saudara mau berketetapan hati, mau berkomitmen. Perubahan memerlukan kuasa. Dan jika saudara mau menetapkan hati saudara, berkomitmen untuk membiarkan Dia mengubah saudara maka ia akan mengubahkan saudara. Jika saudara berketetapan hati untuk setia berpegang pada ketetapan dan perintah-Nya maka Ia akan memampukan saudara dengan kuasa-Nya.
Ketetapan hati diekspresikan lewat disiplin hidup.
Perintah-Nya adalah agar kita hidup kudus maka itu berarti saudara harus membulatkan tekad saudara untuk tidak berdosa. Matius 5 : 29-30 menunjukkan dengan baik apa itu. Kebulatan hati atau hati yang berketetapan di sini, ekspresinya adalah suatu tindakan tegas tanpa kompromi, suatu disiplin terhadap diri sendiri. Ini bukan bagian Allah tapi bagian kita!. Ada bagiannya untuk Allah mendisplinkan kita yaitu jika kita tidak mendisiplinkan hidup rohani kita. Kitalah yang harus mendisiplinkan diri kita. Banyaknya masalah rohani yang kita alami karena kita melepaskan tanggung jawab ini dari pihak kita. Kita mengharapkan hidup yang penuh kuasa, yang berkemenangan namun tanpa mau mendisiplinkan diri kita dan kemudian kita berkata : “Tuhan mengapa saya terus kalah, mengapa hidup saya tanpa kuasa?”. Kuasa Allah tersedia bagi mereka yang benar-benar serius dalam hidup rohani ini, dengan kebenaran dan itu dibuktikan dengan hidup yang berdisiplin. Maksud saya, bukan saudara berbuat dosa dan kemudian saudara mendisplinkan diri sendiri. Bukan itu. Itu hanya akan memperburuk diri saudara, karena ketika saudara berbuat dosa, mata saudara tidak akan jernih dan benar dalam menangani diri saudara sendiri. Maksud saya adalah mendisplinkan diri saudara untuk tidak berdosa. Inilah teladan dari Rasul Paulus. Ia bertekad untuk tidak ditolak pada akhirnya dan oleh karena itu, ia membulatkan hatinya, menetapkan hatinya untuk mengadakan disiplin atas dirinya, untuk melatih hidupnya (1 Kor 9 : 27).
Sekali lagi, tanpa adanya hati yang berketetapan atau kebulatan hati di sana maka tidak ada yang namanya komitmen. Saudara tidak akan dapat mengalami Allah jika saudara masih berpegang pada dosa. Dosa pada dasarnya adalah ketidaksetiaan atau pelanggaran terhadap kehendak atau ketetapan Allah. Sekalipun itu dosa yang menurut kita kecil, ia akan menghambat persekutuan kita dengan Allah. Dosa terjadi karena ketiadaan hati yang bulat atau yang berketetapan untuk setia kepada kebenaran Allah. Inilah yang terjadi dengan Israel. Mereka kelihatannya berkomitmen dari perkataan mereka namun mereka sebenarnya tidaklah sungguh-sungguh berkomitmen kepada Yahweh.
Inilah prinsip penting yang dapat kita lihat dari perikop yang kita baca disini. Di dalam perikop yang kita baca, Allah mengungkapkan ketetapan-Nya menurut respon kita kepada-Nya. Dengan memandang Alkitab maka saudara akan mendapati sebagai contoh-Nya yaitu bahwa Allah, apakah Ia memberkati kita atau menghakimi kita, apakah Ia akan bermurah hati atau keras kepada kita bergantung pada bagaimana kita menanggapi-Nya, meresponi-Nya. Inilah yang terlihat dari Israel. Untuk hal inilah, orang yang berbeda mengalami Allah secara berbeda. Cara bagaimana saudara akan mengalami Dia bergantung kepada cara saudara meresponi-Nya. Respon apapun atau kurangnya respon kepada Dia memberikan petunjuk mengenai kualitas hati kita. Namun jika saudara mau serius dengan Allah dan itu juga bermakna saudara serius terhadap kebenaran, maka saudara akan mendapati bahwa Allah juga begitu serius terhadap saudara.
Tanggung jawab untuk menetapkan atau membulatkan hati kepada Allah ada di pihak kita. Kita tidak boleh menyerahkan tanggung jawab ini kepada Allah. Cara bagaimana Allah akan menanggapi kita pada akhirnya bergantung pada kita sendiri (Maz 18 : 24-27). Orang yang bengkok hatinya akan mendapati sangat sulit berurusan dengan Allah. Apa maksudnya bengkok hati?. “Orang yang meresponi Allah secara berbelat-belit”. Jika kita bermain-main dengan Allah, saudara akan mendapati bahwa Ia  juga akan bermain-main dengan saudara dan saya pastikan bahwa saudaralah yang akan kalah dalam permainan semacam ini. Allah akan menanggapi kita berdasarkan kelakuan kita. Jadi, jika saudara mendapati masalah-masalah dalam hidup rohani saudara, maka lihatlah bagaimana cara saudara meresponi kebenaran selama ini. Dalam nats kita ini, Allah sebenarnya tidak ingin mengutuk Israel namun jika mereka hidup dalam dosa dan kejahatan, respon Allah adalah melalui penghakiman. Pilihan adalah suatu ketetapan hati, bukan permainan. Dalam nats yang kita baca di Ulangan, Israel dihadapkan secara langsung dengan pilihan di antara kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Firman Allah bukan omomg kosong. Allah mengatakan ini adalah persoalan memilih kehidupan atau kematian dan kita harus menanggapinya. Ini bukan ungkapan dari akal budi atau pilihan di tahap mental. Kita bisa saja memilih namun gagal karena tanpa kuasa. Masalah ini bukan persoalan bisa memilih namun ketetapan hati atau kebulatan hati untuk menghidupi-Nya dengan kekuatan Allah. AMIN






No comments:

Post a Comment