Tuesday 12 February 2013

Firman dan Doa



“KETAATAN AKAN FIRMAN DAN DOA”

By. Aprys Radja

Belum lama ini, ketika saya sedang menyetrika pakaian saya dan juga pakaian isteri saya, sementara menyetrika saya sedang merenungkan firman yang pernah saya baca sebelumnya. Saat itu, ketika saya sedang menyetrika, saya mendapati jika salah satu baju yang saya sukai (oleh karena itu sering saya gunakan) tidak dapat saya temukan. Saya tidak katakan hilang karena saya selalu menempatkan pakaian saya pada satu tempat atau satu posisi sehingga memudahkan saya untuk menemukannya. Jadi saya berusaha untuk mencarinya dengan seksama, apa mungkin tercecer. Namun setelah beberapa waktu, saya menyadari kalau baju tersebut tertinggal di Kupang  ketika kami di sana. Jadi saya katakan kepada iseri saya, biarkanlah.
Uniknya, pada waktu kejadian tersebut, saya teringat akan pengajaran Tuhan yang indah. Maksud saya begini : “jika sesuatu itu adalah sesuatu yang begitu berharga bagi saudara maka ketika hal tersebut hilang, itu akan begitu terasa bagi saudara”. Bukan begitu?. Dan karena berharganya hal itu maka saudara akan berusaha untuk menemukannya. Saudara akan melakukan hal-hal tertentu dengan seksama untuk menemukannya kembali. Hal ini akan begitu terasa jika hal itu malah adalah hal yang paling berharga, bahkan terlebih lagi jika ia adalah satu-satunya hal yang paling berharga. Saudara akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menemukannya kembali, bukan begitu?.
Jadi, inilah yang mau saya katakan : “ketekunan, keseriusan dan usaha yang luar biasa akan ada dipihak kita; bahkan apapun rela untuk kita alami dan itu tidak akan membuat kasih kita menjadi biasa jika hal tersebut adalah hal yang paling berharga bagi kita”. Saya ingin kita menilai kembali hal-hal yang kita pandang berharga dalam hidup kita. Apakah Tuhan ataukah yang lain?. Satu petunjuk mengapa kita kurang mengasihi, tekun, bekerja keras dalam hidup rohani ini adalah karena “Allah tidak lagi menjadi satu-satunya hal yang paling berharga dalam hidup kita”. Dan mengapa? Karena ada banyak hal lain yang akhir-akhir ini menjadi sama berharganya dengan Allah di dalam hidup kita.
Sejauh ini kita berbicara mengenai kekudusan. Apakah ini hal yang menggairahkan bagi saudara?. Untuk hidup kudus?. Di Roma, Paulus katakan orang-orang kudus-Nya adalah orang-orang yang mengasihi-Nya atau benar juga kebalikannya, orang-orang yang mengasihi-Nya adalah orang-orang yang hidup dalam kekudusan. Mereka yang memandang Allah berharga adalah orang-orang yang hidup dalam kekudusan. Dengan cara yang sama, jika kita tidak hidup dalam kekudusan, benarkah Allah berharga bagi kita?. Jadi, Hari ini marilah kita meneruskan melihat mengenai “kekudusan”. Saya harap kita semua mau menghargai firman sejauh ini.
Nah, hari ini kita membahas mengenai dua hal yang sangat lazim namun yang sangat penting dalam kaitannya dengan hidup rohani kita, dengan kekudusan. Hal itu adalah firman Tuhan dan doa. Mendengar ke dua hal ini, kita mungkin akan mengatakan : oh….itu, kami tahu dua hal itu penting. Tapi pertanyaannya bagi kita : “mengapa”?. Bagaimana praktisnya hubungan ke dua hal ini dengan kekudusan?. Mari kita perhatikan dengan baik perkataan Tuhan di Yoh 17 : 17. Apa yang dikatakan disana?,  : “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran”. Dan sebelumnya, apa yang Ia  katakan : “Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia”.
Lihat, kita ini bukan dari dunia. Jadi dari mana kita? “Benar, dari Allah”. Kita di kuduskan, dipisahkan untuk menjadi milik Allah, bukan milik dunia. Dan bagaimana Ia melakukan-Nya? “dengan firman-Nya. Tapi yang bagaimana itu?. Apakah dengan mendengarkan firman setiap minggu atau setiap hari atau dengan membacanya kita menjadi kudus?. Begitukah?. Berarti seharusnya saudara dan saya adalah orang-orang kudusnya Tuhan dan itu seharusnya begitu terlihat dari hidup kita. Hidup yang kudus adalah hidup yang berbeda, sangat berbeda. Seperti yang saya katakan minggu lalu dalam kotbah saya, saudara dan saya benar-benar berbeda sebagai orang kudus karena cara hidup kita. Mentalitas dan cara berpikir kita. Sikap dan cara hidup kitapun berbeda. Apakah saudara melihat perbedaan itu?. Tuhan sudah berulang kali mengingatkan kita akan bahayanya hidup yang biasa, yang normal. Di Matius 24 : 37-39, ia mengatakan bahwa pada waktu kedatangan-Nya kelak, banyak orang akan hidup secara biasa sebagaimana dizamannya Nuh dimana akhirnya mereka binasa. Bagaimana Ia menggambarkan hidup yang biasa? “mereka makan dan minum, kawin dan mengawinkan”. Ini adalah hidup yang biasa. Jadi, hiduplah secara luar biasa, hidup yang berbeda.

Jadi, kembali ke topik kita : bagaimana firman-Nya menguduskan kita?.
Uniknya, dalam Alkitab, perkataan Tuhan atau firman Tuhan sering diparalelkan dengan beberapa hal dan sebenarnya dengan suatu maksud tertentu. Pamazmur katakan : firman itu pelita (Maz 119 : 105); melalui nabi Yeremia, Tuhan sendiri mengidentifikasikan firman-Nya dengan api dan palu (Yeremia 23 : 29), Yesus menyamakan firman dengan benih (Mark 4 : 14), dengan pedang oleh Paulus (Efesus 6 : 17, Ibrani 4 : 12), juga cermin  oleh Yakobus (Yak 1 : 23). Dalam Alkitab, ada banyak gambaran untuk firman, jika saudara mau untuk mengetahuinya, saudara  dapat mengeceknya sendiri. Dengan melihat semua ini maka saudara melihat kepentingan firman bagi hidup yang kudus.
Sebagai contohnya; yang paling sederhana, sesuatu yang hampir setiap kita akrab dengan hal ini, yaitu cermin. Bagaimana ia berfungsi?. Di Yak 1 : 23-24, firman di ibaratkan dengan cermin, benda yang kita gunakan untuk melihat seperti keadan kita. Saya pikir kita semua tahu fungsi benda ini, namun bagaimana halnya dengan firman?. Bagaimana kita melihatnya?.
Langkah pertama adalah kita harus serius menyimak firman itu - inilah hal yang disampaikan oleh rasul Yakobus di dalam ayat 25 - meneliti hukum Allah. Jika kita sedang meneliti, bagaimana sikap kita?. Ini kondisi yang bagaimana? Orang yang tidak serius menyimak Firman Allah tidak akan dapat mengalami kuasa yang mengubah hidup itu. Seperti yang dikatakan oleh rasul Yakobus, orang ini seperti orang yang sedang bercermin, dalam sekejap dia sudah lupa bagaimana rupanya. Cermin itu tidak bermanfaat apa-apa bagi dia. Demikian pula, jika hati kita tidak serius pada Firman Tuhan, maka kita tidak akan menyimak dengan teliti dan akibatnya, kita akan segera lupa pada apa yang telah kita dengar. Oleh karena itu, kesigapan dalam menyimak dan meneliti Firman Allah adalah sikap hati yang sangat penting.
Firman adalah Seperti Cermin Untuk Kita Terus Membenahi Diri kita. Sebagian orang Kristen kerap menerapkan Firman Allah pada orang lain, namun tidak pada diri mereka sendiri. Akhirnya mereka hanya sibuk menghakimi serta mencela orang lain karena yang mereka lihat hanyalah kesalahan orang lain saja. Sayang sekali, jika mereka menghampiri Firman Allah dengan sikap hati semacam ini, mereka tidak dapat mengalami kuasa Firman Allah yang mengubah hidup itu. Apakah kita juga memperlakukan Firman Allah dengan sikap hati semacam ini?. Ibarat orang yang membawa-bawa cermin dengan menghadapkannya ke wajah orang lain namun tak pernah melihat sendiri ke arah cermin itu.
Jadi, apakah yang dimaksud dengan mengamat-amati Firman Allah itu? Mengamat-amati berarti kita harus cermat melihat setiap perinciannya, walau bukan berarti membesar-besarkan masalah kecil. Hal ini berarti bahwa kita harus mentaati Firman Allah mulai dari persoalan kecil, dari apa yang kita tahu; dari apa yang telah kita dengar. Setiap kali kita mempelajari Firman Tuhan, firman itu akan mengingatkan kita pada berbagai hal. Ingat, bahwa firman Tuhan juga di ibaratkan dengan terang. Ia akan menyingkapkan segala sesuatu. Terang itu akan menelanjangi segala sesuatu sehingga tak ada yang tersembunyi. Dia akan menunjukkan bahkan hal-hal yang tersembunyi dari kita yang tidak dilihat orang lain, namun saudara akan mengetahuinya. Dia akan menyingkapkannya.
Sebagai contoh, Firman Tuhan akan mengingatkan kita tentang berbagai kekurangan di dalam sikap hati kita terhadap orang lain. Setelah itu, kita perlu meminta maaf dan membereskan urusan tersebut dengan orang yang bersangkutan. Jika Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa kita tidak mengerjakan sesuatu hal yang seharusnya kita perbuat, misalnya, kita lalai maka di saat kita menyadari hal itu, kita harus segera membenahi secepatnya. Kita harus bertindak sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan kita.
Selain menyuruh kita mendengar Firman Allah, Yakobus juga mengingatkan kita untuk secara terus menerus meneliti Firman Allah di dalam ayat 25. Apakah artinya ini? Tentu saja, yang dimaksudkan di sini adalah 'secara teratur', 'tak henti-henti', 'terus menerus'. Kita tidak boleh memiliki sikap yang santai, memanjakan kehendak pribadi di saat mendengarkan atau melakukan Firman Allah. Jika kita memiliki tekad untuk menghampiri Firman Tuhan setiap harinya, Dia akan sangat senang mengajari kita dan menyatakan kehendak-Nya kepada kita. Jika kita terus melakukan hal ini, maka kita akan memupuk kebiasaan rohani dan watak yang rohani yang baik. Namun lebih daripada itu, pengudusan berlangsung ketika saudara melakukan firman tersebut. Ketika saudara melakukannya maka ia akan menjadi api yang membakar setiap ketidakbenaran di dalam diri saudara dan palu yang manghancurkan setiap bukit-bukit keangkuhan kita. Yakobus tidak hanya mengatakan meneliti namun bertekun di dalamnya. Inilah caranya hidup di dalam kekudusan : “bertekun di dalam firman”.
Ingat, firman juga diumpamakan sebagai benih oleh Yesus. Hal ini bermakna saudara akan ditransformasikan Allah menjadi orang kudus-Nya dan dapat hidup terus dalam kekudusan-Nya jika saudara membiarkan benih itu, firman itu, menguasai seluruh hati saudara tanpa ada satu bagianpun yang saudara pertahankan. Ini tak akan terjadi jika saudara mulai menarik garis batas dimana firman itu dapat bekerja. Oleh karenanya minggu lalu saya katakan, pengudusan  adalah karya Allah namun itu tidak berarti tanpa ada bagian saudara di dalamnya. Bagian saudara adalah komitmen yang utuh kepada-Nya.
Sekarang bagaimana dengan doa!. Hal sederhana, bukan?.
Namun sadarkah saya dan saudara akan betapa pentingnya hal ini?. Kita tahu, kita perlu untuk berdoa, tetapi apakah ada sesuatu yang begitu signifikan bagi saudara?. Begitu menonjol dari hal ini?. Banyak orang tidak lagi ataupun bahkan tidak pernah menyadari batapa sangat pentingnya untuk kita senantiasa berdoa, saya katakan “senantiasa” untuk berdoa. Ini bukkan jika saya ada waktu luang ataupun tubuh saya segar atau jika saya ada satu keinginan dan kebutuhan yang perlu saya sampaikan maka saya akan datang berdoa. Jika saya berada berada pergumulan tentang apa yang alami dan apa yang saya butuhkan maka itulah waktunya saya akan berdoa. Beginikah sikap kita selama ini?. Jika saya punya waktu luang maka saya akan pergi ke tempat yang saya sukai ataupun melakukan sesuatu yang saya sukai atau saya anggap penting. Doa? Iya penting tapi nanti ya.
Adakah doa sesuatu yang menarik dan menyegarkan bagi saudara?.
Apa yang saudara pahami tentang doa?. Mengapa saya bertanya demikian? “karena itulah yang menentukan bagaimana caranya saudara berdoa”. Doa adalah berdiam diri dan menantikan Tuhan. Doa yang sesungguhnya adalah Allah yang banyak bicara dan kita, sedikit bicara. Nah, dalam doa, siapakah yang paling banyak bicara? “kita”. Namun, bukankah Tuhan tahu siapa kita?. Bukankah Ia mengenal dengan baik siapa kita?. Allah mengenal kita, kitalah yang tidak mengenal-Nya. Jadi, biarkanlah Ia meperkenalkan diri-Nya kepada kita, berikan seluas-luasnya kesempatan untuk Allah berbicara, membuka diri-Nya dan menunjukkan isi hati-Nya kepada kita. Bagaimana Tuhan dapat berbicara kalau kita yang terus berbicara. Uniknya, dalam doa, bukanlah jawaban doa itu yang terpenting, namun yang uniknya semakin saudara senantiasa mendekat kepada Allah, saudara akan mendapati saudara akan makin menyerupai Dia yang sedang kita dekati.
Mengapa?. Dalam doa, Allah akan memberitahukan kita sekiranya ada dosa atau suatu ketidakbenaran. Dosa ini bukan menurut pandangan kita tetapi dosa yang disingkapkan Allah kepada kita. Jadi, dalam doa, jangan saudara yang mengecek diri saudara sendiri. Jadi, dalam doa kita datang pada Tuhan dan membiarkan Allah menyingkapkan itu kepada kita supaya tak ada lagi keraguan. Lewat hal ini juga saudara dapat belajar bagaimana membedakan mana aktifitas mental kita dan mana aktifitas Tuhan. Jadi dalam doa, : “Diam dan nantikanlah”. Dan Doa ini juga menjadi sarana saudara mendisplinkan diri, mendiamkan diri, menjadikan tubuh kita ini dalam disiplin kita. Inilah hal yang membantu kita hidup kudus. Amin

No comments:

Post a Comment