“KETAATAN
AKAN FIRMAN DAN DOA”
By.
Aprys Radja
Belum lama ini, ketika saya sedang menyetrika
pakaian saya dan juga pakaian isteri saya, sementara menyetrika saya sedang
merenungkan firman yang pernah saya baca sebelumnya. Saat itu, ketika saya
sedang menyetrika, saya mendapati jika salah satu baju yang saya sukai (oleh
karena itu sering saya gunakan) tidak dapat saya temukan. Saya tidak katakan
hilang karena saya selalu menempatkan pakaian saya pada satu tempat atau satu posisi
sehingga memudahkan saya untuk menemukannya. Jadi saya berusaha untuk mencarinya
dengan seksama, apa mungkin tercecer. Namun setelah beberapa waktu, saya
menyadari kalau baju tersebut tertinggal di Kupang ketika kami di sana. Jadi saya katakan kepada
iseri saya, biarkanlah.
Uniknya, pada waktu kejadian tersebut, saya
teringat akan pengajaran Tuhan yang indah. Maksud saya begini : “jika sesuatu
itu adalah sesuatu yang begitu berharga bagi saudara maka ketika hal tersebut
hilang, itu akan begitu terasa bagi saudara”. Bukan begitu?. Dan karena
berharganya hal itu maka saudara akan berusaha untuk menemukannya. Saudara akan
melakukan hal-hal tertentu dengan seksama untuk menemukannya kembali. Hal ini
akan begitu terasa jika hal itu malah adalah hal yang paling berharga, bahkan
terlebih lagi jika ia adalah satu-satunya hal yang paling berharga. Saudara
akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menemukannya kembali, bukan begitu?.
Jadi, inilah yang mau saya katakan : “ketekunan,
keseriusan dan usaha yang luar biasa akan ada dipihak kita; bahkan apapun rela
untuk kita alami dan itu tidak akan membuat kasih kita menjadi biasa jika hal
tersebut adalah hal yang paling berharga bagi kita”. Saya ingin kita menilai
kembali hal-hal yang kita pandang berharga dalam hidup kita. Apakah Tuhan
ataukah yang lain?. Satu petunjuk mengapa kita kurang mengasihi, tekun, bekerja
keras dalam hidup rohani ini adalah karena “Allah tidak lagi menjadi
satu-satunya hal yang paling berharga dalam hidup kita”. Dan mengapa? Karena ada
banyak hal lain yang akhir-akhir ini menjadi sama berharganya dengan Allah di dalam
hidup kita.
Sejauh ini kita berbicara mengenai kekudusan.
Apakah ini hal yang menggairahkan bagi saudara?. Untuk hidup kudus?. Di Roma,
Paulus katakan orang-orang kudus-Nya adalah orang-orang yang mengasihi-Nya atau
benar juga kebalikannya, orang-orang yang mengasihi-Nya adalah orang-orang yang
hidup dalam kekudusan. Mereka yang memandang Allah berharga adalah orang-orang
yang hidup dalam kekudusan. Dengan cara yang sama, jika kita tidak hidup dalam
kekudusan, benarkah Allah berharga bagi kita?. Jadi, Hari ini marilah kita
meneruskan melihat mengenai “kekudusan”. Saya harap kita semua mau menghargai
firman sejauh ini.
Nah, hari ini kita membahas mengenai dua hal yang
sangat lazim namun yang sangat penting dalam kaitannya dengan hidup rohani
kita, dengan kekudusan. Hal itu adalah firman Tuhan dan doa. Mendengar ke dua
hal ini, kita mungkin akan mengatakan : oh….itu, kami tahu dua hal itu penting.
Tapi pertanyaannya bagi kita : “mengapa”?. Bagaimana praktisnya hubungan ke dua
hal ini dengan kekudusan?. Mari kita perhatikan dengan baik perkataan Tuhan di
Yoh 17 : 17. Apa yang dikatakan disana?,
: “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu
adalah kebenaran”. Dan sebelumnya, apa yang Ia
katakan : “Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia
membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari
dunia”.
Lihat, kita ini bukan dari dunia. Jadi dari mana kita? “Benar, dari Allah”.
Kita di kuduskan, dipisahkan untuk menjadi milik Allah, bukan milik dunia. Dan
bagaimana Ia melakukan-Nya? “dengan firman-Nya. Tapi yang bagaimana itu?.
Apakah dengan mendengarkan firman setiap minggu atau setiap hari atau dengan
membacanya kita menjadi kudus?. Begitukah?. Berarti seharusnya saudara dan saya
adalah orang-orang kudusnya Tuhan dan itu seharusnya begitu terlihat dari hidup
kita. Hidup yang kudus adalah hidup yang berbeda, sangat berbeda. Seperti yang
saya katakan minggu lalu dalam kotbah saya, saudara dan saya benar-benar
berbeda sebagai orang kudus karena cara hidup kita. Mentalitas dan cara
berpikir kita. Sikap dan cara hidup kitapun berbeda. Apakah saudara melihat
perbedaan itu?. Tuhan sudah berulang kali mengingatkan kita akan bahayanya
hidup yang biasa, yang normal. Di Matius 24 : 37-39, ia mengatakan bahwa pada
waktu kedatangan-Nya kelak, banyak orang akan hidup secara biasa sebagaimana
dizamannya Nuh dimana akhirnya mereka binasa. Bagaimana Ia menggambarkan hidup
yang biasa? “mereka makan dan minum, kawin dan mengawinkan”. Ini adalah hidup
yang biasa. Jadi, hiduplah secara luar biasa, hidup yang berbeda.
Jadi, kembali ke topik kita : bagaimana firman-Nya menguduskan kita?.
Uniknya, dalam Alkitab, perkataan Tuhan atau firman Tuhan sering
diparalelkan dengan beberapa hal dan sebenarnya dengan suatu maksud tertentu.
Pamazmur katakan : firman itu pelita (Maz 119 : 105); melalui nabi Yeremia,
Tuhan sendiri mengidentifikasikan firman-Nya dengan api dan palu (Yeremia 23 :
29), Yesus menyamakan firman dengan benih (Mark 4 : 14), dengan pedang oleh
Paulus (Efesus 6 : 17, Ibrani 4 : 12), juga cermin oleh Yakobus (Yak 1 : 23). Dalam Alkitab, ada
banyak gambaran untuk firman, jika saudara mau untuk mengetahuinya, saudara dapat mengeceknya sendiri. Dengan melihat
semua ini maka saudara melihat kepentingan firman bagi hidup yang kudus.
Sebagai contohnya; yang paling sederhana, sesuatu
yang hampir setiap kita akrab dengan hal ini, yaitu cermin. Bagaimana ia
berfungsi?. Di Yak 1 : 23-24, firman di ibaratkan dengan cermin, benda yang
kita gunakan untuk melihat seperti keadan kita. Saya pikir kita semua tahu
fungsi benda ini, namun bagaimana halnya dengan firman?. Bagaimana kita
melihatnya?.
Langkah pertama adalah kita harus serius menyimak firman itu - inilah hal yang disampaikan oleh rasul Yakobus di
dalam ayat 25 - meneliti hukum
Allah. Jika
kita sedang meneliti, bagaimana sikap kita?. Ini kondisi yang bagaimana? Orang yang tidak serius menyimak Firman Allah tidak akan
dapat mengalami kuasa yang mengubah hidup itu. Seperti yang dikatakan oleh rasul Yakobus, orang ini
seperti orang yang sedang bercermin, dalam sekejap dia sudah lupa bagaimana
rupanya. Cermin itu tidak bermanfaat apa-apa bagi dia. Demikian pula, jika hati
kita tidak serius pada Firman Tuhan, maka kita tidak akan menyimak dengan
teliti dan akibatnya, kita akan segera lupa pada apa yang telah kita dengar. Oleh karena itu, kesigapan dalam menyimak
dan meneliti Firman Allah adalah sikap hati yang sangat penting.
Firman adalah Seperti Cermin Untuk Kita Terus
Membenahi Diri kita. Sebagian orang Kristen kerap menerapkan Firman Allah pada orang lain, namun
tidak pada diri mereka sendiri. Akhirnya mereka hanya sibuk menghakimi serta
mencela orang lain karena yang mereka lihat hanyalah kesalahan orang lain saja.
Sayang sekali, jika mereka menghampiri Firman Allah dengan sikap hati semacam
ini, mereka tidak dapat mengalami kuasa Firman Allah yang mengubah hidup itu.
Apakah kita juga memperlakukan Firman Allah dengan sikap hati semacam ini?. Ibarat orang yang membawa-bawa cermin
dengan menghadapkannya ke wajah orang lain namun tak pernah melihat sendiri ke
arah cermin itu.
Jadi, apakah yang dimaksud dengan mengamat-amati Firman
Allah itu? Mengamat-amati berarti kita harus cermat melihat setiap
perinciannya, walau bukan berarti membesar-besarkan masalah kecil. Hal ini
berarti bahwa kita harus mentaati Firman Allah mulai dari persoalan kecil, dari
apa yang kita tahu; dari apa yang telah kita dengar. Setiap kali kita
mempelajari Firman Tuhan, firman itu akan mengingatkan kita pada berbagai hal. Ingat,
bahwa firman Tuhan juga di ibaratkan dengan terang. Ia akan menyingkapkan
segala sesuatu. Terang itu akan menelanjangi segala sesuatu sehingga tak ada
yang tersembunyi. Dia akan menunjukkan bahkan hal-hal yang tersembunyi dari
kita yang tidak dilihat orang lain, namun saudara akan mengetahuinya. Dia akan
menyingkapkannya.
Sebagai contoh, Firman Tuhan akan mengingatkan kita
tentang berbagai kekurangan di dalam sikap hati kita terhadap orang lain. Setelah
itu, kita perlu meminta maaf dan membereskan urusan tersebut dengan orang yang
bersangkutan. Jika Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa kita tidak mengerjakan
sesuatu hal yang seharusnya kita perbuat, misalnya, kita lalai maka di saat
kita menyadari hal itu, kita harus segera membenahi secepatnya. Kita harus
bertindak sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan kita.
Selain menyuruh kita mendengar Firman Allah, Yakobus juga
mengingatkan kita untuk secara terus menerus meneliti Firman Allah di
dalam ayat 25. Apakah artinya ini? Tentu saja, yang dimaksudkan di sini adalah
'secara teratur', 'tak henti-henti', 'terus menerus'. Kita tidak boleh memiliki
sikap yang santai, memanjakan kehendak pribadi di saat mendengarkan atau
melakukan Firman Allah. Jika kita memiliki tekad untuk menghampiri Firman Tuhan
setiap harinya, Dia akan sangat senang mengajari kita dan menyatakan
kehendak-Nya kepada kita. Jika kita terus melakukan hal ini, maka kita akan
memupuk kebiasaan rohani dan watak yang rohani yang baik. Namun
lebih daripada itu, pengudusan berlangsung ketika saudara melakukan firman
tersebut. Ketika saudara melakukannya maka ia akan menjadi api yang membakar
setiap ketidakbenaran di dalam diri saudara dan palu yang manghancurkan setiap
bukit-bukit keangkuhan kita. Yakobus tidak hanya mengatakan meneliti namun
bertekun di dalamnya. Inilah caranya hidup di dalam kekudusan : “bertekun di
dalam firman”.
Ingat,
firman juga diumpamakan sebagai benih oleh Yesus. Hal ini bermakna saudara akan
ditransformasikan Allah menjadi orang kudus-Nya dan dapat hidup terus dalam
kekudusan-Nya jika saudara membiarkan benih itu, firman itu, menguasai seluruh
hati saudara tanpa ada satu bagianpun yang saudara pertahankan. Ini tak akan
terjadi jika saudara mulai menarik garis batas dimana firman itu dapat bekerja.
Oleh karenanya minggu lalu saya katakan, pengudusan adalah karya Allah namun itu tidak berarti
tanpa ada bagian saudara di dalamnya. Bagian saudara adalah komitmen yang utuh
kepada-Nya.
Sekarang
bagaimana dengan doa!. Hal sederhana, bukan?.
Namun
sadarkah saya dan saudara akan betapa pentingnya hal ini?. Kita tahu, kita
perlu untuk berdoa, tetapi apakah ada sesuatu yang begitu signifikan bagi saudara?.
Begitu menonjol dari hal ini?. Banyak orang tidak lagi ataupun bahkan tidak
pernah menyadari batapa sangat pentingnya untuk kita senantiasa berdoa, saya katakan
“senantiasa” untuk berdoa. Ini bukkan
jika saya ada waktu luang ataupun tubuh saya segar atau jika saya ada satu
keinginan dan kebutuhan yang perlu saya sampaikan maka saya akan datang berdoa.
Jika saya berada berada pergumulan tentang apa yang alami dan apa yang saya
butuhkan maka itulah waktunya saya akan berdoa. Beginikah sikap kita selama
ini?. Jika saya punya waktu luang maka saya akan pergi ke tempat yang saya
sukai ataupun melakukan sesuatu yang saya sukai atau saya anggap penting. Doa?
Iya penting tapi nanti ya.
Adakah
doa sesuatu yang menarik dan menyegarkan bagi saudara?.
Apa
yang saudara pahami tentang doa?. Mengapa saya bertanya demikian? “karena
itulah yang menentukan bagaimana caranya saudara berdoa”. Doa adalah berdiam
diri dan menantikan Tuhan. Doa yang sesungguhnya adalah Allah yang banyak
bicara dan kita, sedikit bicara. Nah, dalam doa, siapakah yang paling banyak
bicara? “kita”. Namun, bukankah Tuhan tahu siapa kita?. Bukankah Ia mengenal
dengan baik siapa kita?. Allah mengenal kita, kitalah yang tidak mengenal-Nya.
Jadi, biarkanlah Ia meperkenalkan diri-Nya kepada kita, berikan seluas-luasnya
kesempatan untuk Allah berbicara, membuka diri-Nya dan menunjukkan isi hati-Nya
kepada kita. Bagaimana Tuhan dapat berbicara kalau kita yang terus berbicara.
Uniknya, dalam doa, bukanlah jawaban doa itu yang terpenting, namun yang
uniknya semakin saudara senantiasa mendekat kepada Allah, saudara akan
mendapati saudara akan makin menyerupai Dia yang sedang kita dekati.
Mengapa?.
Dalam doa, Allah akan memberitahukan kita sekiranya ada dosa atau suatu
ketidakbenaran. Dosa ini bukan menurut pandangan kita tetapi dosa yang
disingkapkan Allah kepada kita. Jadi, dalam doa, jangan saudara yang mengecek
diri saudara sendiri. Jadi, dalam doa kita datang pada Tuhan dan membiarkan
Allah menyingkapkan itu kepada kita supaya tak ada lagi keraguan. Lewat hal ini
juga saudara dapat belajar bagaimana membedakan mana aktifitas mental kita dan
mana aktifitas Tuhan. Jadi dalam doa, : “Diam dan nantikanlah”. Dan Doa ini
juga menjadi sarana saudara mendisplinkan diri, mendiamkan diri, menjadikan tubuh
kita ini dalam disiplin kita. Inilah hal yang membantu kita hidup kudus. Amin
No comments:
Post a Comment