Sunday 17 November 2013

Seri Pengenalan akan Allah

Seri pengenalan akan Allah
Makna Merendahkan Diri
By. Aprys Radja

Hari ini kita akan melanjutkan pembahasan kita mengenai seri kita, yaitu pengenalan akan Allah. Bagi saya, tidak ada hal dalam hidup kita ini yang begitu penting selain untuk mengenal Allah, untuk hidup dalam suatu hubungan yang sejati dengan Dia. Kerinduan saya adalah bahwa kita masing-masing mau menjadikan hal ini sebagai gol dalam hidup kita dan mengejar-Nya sepanjang hidup kita ini.

Minggu lalu kita telah melihat bahwa mereka yang rendah hatilah yang akan mengalami Tuhan dan akan mengenal-Nya. Merekalah yang akan mengalami Allah secara mendalam dan secara pribadi karena Allah berkenan ditemukan oleh orang-orang yang demikian. Seperti yang dikatakan nats firman Tuhan : “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati”, seperti yang kita lihat minggu lalu. Atau apakah yang dikatakan Allah melalui nabi-Nya yaitu Yesaya? : “sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Mahakudus nama-Nya; Aku bersemayam di tempat tinggi dan ditempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk (Yesaya 57 : 15).

Mengalami Allah dan kualitas hidup.
Ya, masing-masing kita telah mengalami kebaikan Tuhan dalam caranya masing-masing tetapi apakah kita mengalami-Nya secara pribadi, dalam hubungan yang mendalam dengan Dia, dimana Ia menyatakan diri-Nya kepada saya dan saudara sehingga terjadi perubahan dalam hidup kita?. Lalu mengapa saya dan saudara tidak mengalami-Nya dengan cara yang demikian?. Apa yang menjadi masalah-Nya?. Saya sering mengatakan dalam banyak kesempatan bahwa saya meragukan perkataan orang-orang saat ini, yang mengatakan bahwa mereka mengalami Allah secara pribadi namun yang tidak menunjukkan suatu kualitas rohani dalam hidupnya. Maafkan saya jika mengatakan demikian.

Apa masalahnya telah lihat kita mingu lalu!.
Saudara tahu dalam banyak kesempatan di dalam Alkitab, ketika Tuhan menyatakan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya, mereka bukan berada dalam kondisi tertentu. Mereka tidak selalu dalam posisi doa atau penyembahan. Seringkali Tuhan datang menyampaikan firman-Nya kepada mereka ketika mereka dalam perjalanan, ada yang sedang menggembalakan dombanya dan lain sebagainya. Adakah sesuatu yang dapat saudara perhatikan dari fenomena ini?.

Iya, inilah yang ingin disampaikan kepada kita melalui fenomena ini, yaitu apakah kita adalah orang-orang yang kepadanya Allah dapat berkomunikasi, dapat Allah jumpai dan mengalami Dia adalah “mengenai siapa saudara”. Ini bicara tentang jati diri saudara. Saudara bisa saja adalah orang yang rajin beribadah dan melakukan hal-hal agamawi lainnya namun saudara tidak akan menemukan-Nya. Saudara dapat saja membungkuk sedemikian rendah secara fisik namun apakah saudara adalah orang rendah hatinya?. Saudara dapat saja mengatakan hal-hal yang rohani namun apakah saudara adalah orang yang rohani?. Jadi apakah saudara adalah orang yang rendah hati?. Ini yang saya ingin tunjukkan kepada saudara, yaitu bahwa apakah kita dapat bertemu dengan Tuhan atau tidak, dan memiliki hubungan yang hidup dengan Dia atau tidak, sangatlah berkaitan dengan sikap hati saudara, jati diri saudara.

Merendahkan diri terhadap Allah terlihat dalam hubungan dengan sesama.
Ketika kita bicara mengenai merendahkan diri, hal ini bukan hanya berkaitan dengan sikap hati kita terhadap Tuhan namun juga terhadap sesama. Mengapa? Karena seperti apa hubungan kita dengan Tuhan akan tertunjuk dalam sikap kita terhadap sesama. Perhatikan saja apa yang dikatakan kepada kita oleh Rasul Yakobus (Yakobus 4 : 6 dan 10) dan juga Rasul Petrus (1 Petrus 5 : 5-6). Perhatikanlah; Allah menentang orang yang congkak namun mengasihani orang yang rendah hati. Bagaimana mungkin kita dapat menghadap Tuhan dengan hati yang congkak, yang tidak saling menundukkan diri satu terhadap yang lain dan berharap dapat bertemu dengan Dia?. Rasul Petrus katakan : “dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain”.

Teladan Yesus.
Ke dua rasul ini menyatakan pengajaran Yesus dengan baik.
Saudara ingat pada suatu kejadian, para murid mempertengkarkan siapa yang terbesar diantara mereka (Markus 9 : 34) dan kemudian apa yang Yesus katakan? : “Jika seseorang ingin menjadi terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”. Sekali lagi hal ini terjadi di Markus 10, dan apa yang Yesus katakan : “tidaklah demikian diantara kamu. Barangsiapa ingin menjadi terbesar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayan mu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka diantara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semua”. Dan Ia melanjutkan : karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Markus 10 : 43-45).

Merendahkan diri : “ berpalinglah dari keinginan untuk menjadi terbesar di dunia”.
Dengan kata lain, cara untuk mengalami Allah dan untuk dapat masuk ke dalam kerajaan Allah adalah berpalinglah dari keinginan menjadi yang terbesar di dunia ini. Makanya Yesus katakan jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak dapat masuk ke dalam kerajaan Allah. Bertobat artinya berbalik. Dari apa? Menjadi anak kecil berarti menjadi bukan siapa-siapa. Jadi, berbalik dari apa? Dari keinginan untuk menjadi terbesar. Tapi inilah yang terjadi kepada murid-murid dan juga gereja hari-hari ini. Bayangkan betapa sedihnya hati Yesus ketika melihat gereja-Nya hari ini tidak hidup menurut teladan-Nya. Inilah mengapa Ia menegur mereka di Lukas 6 : 46 – “mengapa kamu berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”.  Inilah pikiran kita sebagai orang Kristen saat ini dan itu sangat mengerikan. Menjadi Kristen berarti saya harus menjadi besar di dunia ini, menjadi kepala dan bukan ekor. Dan bagaimana itu maksudnya?.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya : kalian ini sedang menuju ke arah yang salah. Yang kalian pikirkan adalah kemuliaan duniawi sedangkan aku sedang menuju kematian (salib), menuju kehinaan duniawi. Makanya salib selalu menjadi batu sandungan bagi banyak orang karena orang-orang tidak bisa memahami  bahwa Yesus datang bukan untuk memuliakan diri-Nya namun untuk merendahkan diri-Nya, karena satu-satunya jalan supaya keselamatan itu bisa digenapi adalah dengan cara merendahkan diri bahkan sampai kepada kematian. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama di bumi ini. Mengapa?, Baca saja Filipi 2 : 5-8. Mengapa? Karena Ia merendahkan diri-Nya bahkan sampai kepada kematian. Inilah caranya ke atas yaitu dengan turun makin ke bawah, makin hina, menjadi hamba bagi semuanya. Tapi tidak sedikit dri antara kita sebagai hamba Tuhan mencari posisi yang menyenangkan dan tinggi di dunia ini. Semuanya ingin terpandang dan kita telah bergerak ke arah yang berlawanan dengan Yesus.

Bahkan sekali lagi Yesus memalukan mereka pada suatu kesempatan. Yesus bertanya kepada mereka “siapakah yang lebih besar, yang duduk makan atau yang melayani?. Bukankah dia yang duduk makan?. Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan (Lukas 22 : 27); atau apakah yang Ia sampaikan di Yoh 13 : 12-14 : “kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan kata mu itu tepat, sebab memanglah Aku Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kaki mu, Aku yang adalah Tuhan dan Guru mu maka kamupun teladanilah itu”. Namun, apakah gereja berfungsi dengan cara yang sama?.
Bagaimana caranya kita menilai kesuksesan?.
Pikiran gereja tentang sukses adalah gedung yang besar dan jemaat yang banyak. Namun Yesus mengukur kesuksesannya lewat ukuran seberapa paham para murid akan jalur kerendahan hati; jalur merendahkan diri. Dan saya ingin melangkah di jalur dan jalan yang sama, yang di lalui oleh Yesus ini. Bagaimana dengan kita?. Sebaiknya kita tidak mengklaim perlakuan khusus bagi diri kita. Inilah maksudnya menjadi anak kecil yaitu anda harus bersedia untuk tidak memiliki status apapun, menjadi bukan siapa-siapa. Bukankah ini artinya menjadi hamba?.

Merendahkan diri bukan cara fungsi dunia ini!.
Nah, satu hal yang akan dengan cepat dapat saudara perhatikan yaitu bahwa ini bukanlah cara fungsi mayoritas tetapi iman kepada Allah. Marilah kita perhatikan, apakah pandangan mayoritas di dunia ini?. Apakah ini cara fungsi mayoritas manusia pada umumnya?. Tidak, semua manusia ingin  naik semakin tinggi namun Yesus ingin kita turun makin rendah. Inilah masalahnya. Bagaimana dengan gereja saat ini?. Sebenarnya apakah kita berfungsi dengan cara ini atau tidak, lebih menunjukkan seperti apa iman kita, apakah kita percaya kepada Allah atau tidak. Jadi, kita tidak berfungsi berdasarkan pandangan mayoritas ataupun pandangan sendiri dalam hidup rohani ini  tapi iman terhadap firman Tuhan. Karena ini bertentangan dengan suara mayoritas, dengan cara fungsi manusia pada umumnya, sebagai akibatnya, saudara akan dipandangg aneh dan di tolak. Merendahkan diri saat ini adalah begitu sulit; bagaimana dengan diri kita?. Siapakah yang akan membela kita?. Percayalah, Tuhan adalah pembela kita. Saudara akan melihat bagaimana Dia akan menjadi Allah  bagi saudara. Amin


Thursday 23 May 2013

KEKUDUSAN



ANGGOTA KELUARGA ALLAH
(Efesus 2 : 19- 22)
Oleh : Aprys Radja


Kita sedang membahas seri “Kekudusan” dan dalam 6 sesi pertama, kita sedang berbicara mengenai tujuan dari panggilan Allah. Nah, hari ini kita akan melihat mengenai tujuan panggilan Allah kepada kita sebagai umat-Nya, yaitu  untuk menjadi “anggota keluarga Allah”.

“Orang Kudus” bukanlah gelar namun kenyataan hidup.
Namun sebelum saya membahas mengenai hal ini, biar kita melihat sedikit mengenai apa itu panggilan Allah kepada kita. Jika saudara membuka Alkitab saudara dan mencermatinya dengan baik mengenai kata “kudus” maka saudara tidak akan melewatkan satu ayat yang berharga ini, yaitu Roma 1 : 7. Dikatakan bahwa kita dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus. Perhatikanlah hal ini. Ketika kita bicara mengenai menjadi orang kudus, maka kita tidak sedang berbicara mengenai gelar di sini, seperti juga perkataan “orang Kristen”. Ketika kita berbicara mengenai menjadi orang kudus, kita sedang berbicara mengenai kenyataan hidup disini. Itulah yang menjadikan mereka layak disebut demikian oleh Paulus. Dikatakan orang kudus karena hidup mereka itu kudus. Jika kita meresponi firman Tuhan dengan seluruh hidup kita dan kita ditransformasikan oleh Allah maka kita akan menjadi orang kudus. Meresponi firman Tuhan dengan seluruh hidup bermakna saudara siap untuk melepaskan apapun yang menghalangi saudara dari karya Transformasi Allah tersebut. Saudara harus memahami hal ini dengan baik. Inilah panggilan kita yaitu untuk menjadi orang kudusnya TUHAN.

Kita dipanggil dengan panggilan kudus untuk menjadi orang kudus kepunyaan TUHAN!.
Satu ayat lain yang sangat penting berkenaan dengan tema besar kita ini adalah 2 Timotius 1 : 9. Apa yang dikatakan di sana? Bahwa Allah, yang menyelamatkan kita, memanggil kita dengan panggilan kudus. Mengapa disebut panggilan kudus?. Dapatkah saudara memikirkannya?. Hal itu dikarenakan ia merupakan panggilan untuk kita menjadi kudus. Ini adalah karya Allah dan Ia akan melaksanakannya jika saudara benar-benar meresponi panggilan ini dan serius untuk hidup dalam kekudusan.

Saudaraku, saat ini di gereja, banyak orang yang tidak berani menyebut dirinya orang kudus, kalaupun ada, mereka dapat mengatakan demikian karena mereka belum lagi mengerti maksud dan konsekuensi dari perkataan itu. Mengapa tidak ada yang berani? Karena dari realitas hidup mereka, mereka masih lagi berbuat dosa, masih melawan kehendak Allah. Tapi tahukah saudara bahwa panggilan keselamatan Allah adalah untuk menjadi orang kudus kepunyaan-Nya? Jangan bicara mengenai  keselamatan jika saudara tidak memandang serius kekudusan. Kekudusan itu bukanlah sesuatu yang kita hasilkan. Ini adalah karya Allah, suatu kasih karunia yang Allah tunjukkan di dalam Kristus. Namun dipihak kita perlu kehendak yang kuat dan sungguh-sungguh  akan hal ini, dan dengan demikian, Allah yang melihat hati kita, menghargainya dan akan mentransformasikan kita.

Mereka yang mengasihi Allah adalah mereka yang hidup dengan serius dalam kekudusan.
Untuk menghindarkan kita dari pikiran yang keliru selama ini, yang ada pada kebanyakan kita, marilah kita melihat sedikit perkataan Paulus di Roma 8 : 28. Paulus berkata : “kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. Kebanyakkan orang Kristen suka mengutip ayat ini dan mungkin juga kita, mengutipnya dengan begitu saja, untuk menghibur diri kita ataupun orang lain ketika menghadapi kesulitan. Namun perhatikanlah dengan seksama ayat ini. Ia sedang bicara mengenai kehendak dan rencana Allah. Perhatikanlah ayat sebelumnya yaitu ayat 27. Dua kata penting dalam ayat ini adalah orang kudus dan kehendak Allah. Ada orang kudus dan ada kehendak Allah. Jadi, Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang kudus-Nya, dan orang-orang kudus ini disebut juga “mereka yang mengasihi-Nya”. Mengertikah saudara akan hal ini?. Dengan demikian, jika saya dan saudara tidak serius hidup dalam kekudusan, dapatkah kita disebut sebagai orang yang mengasihi-Nya? Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi-Nya?. Siapakah mereka? Orang-orang kudus-Nya, yang hidup dalam kekudusan.

Anggota keluarga Allah adalah “orang-orang kudus”.
Hal ini semakin jelas bagi kita ketika kita berbicara mengenai topik hari ini, yaitu mengenai menjadi “anggota keluarga Allah”. Nats acuan kita yaitu Efesus 2 : 19-22. Ini adalah ayat yang kaya dan saya rasa saya tidak dapat untuk menyampaikan semua kekayaannya pada hari ini sekaligus. Namun biar kita memandang pada apa yang perlu untuk kita pahami dengan baik saat ini. Dikatakan pada ayat 19 : “kawan sewarga dari orang kudus dan anggota-anggota dari keluarga Allah”. 2 hal ini disebutkan bersamaan bukan hanya untuk menunjukkan bahwa keduanya sejajar dalam pengertian namun bahwa 2 hal ini adalah satu kesatuan.

Jadi, siapakah anggota keluarga Allah? “orang-orang kudus-Nya”.
Ini adalah suatu istilah lain untuk menunjukkan bahwa kita adalah kepunyaan Allah, kesayangan-Nya ataupun bagian dari kerajaan Allah itu sendiri. Ini adalah sesuatu hal yang penting.

Ketika memandang kepada perkataan ini : “anggota keluarga Allah” maka saudara akan teringat akan satu istilah yang begitu sangat menonjol di dalam Alkitab berhubungan dengan hal ini, mulai dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Hal itu adalah kita sebagai “anak-anak Allah” dan Allah sebagai Bapa kita. Ini adalah gelar yang dikenakan bagi Israel, Raja Israel, Para Nabi, Daud bahkanKristus dan juga kita. Dan dalam Perjanjian Baru dikatakan Kristus sebagai yang sulung diantara banyak saudara. (Roma 8 : 29).

Sikap dan cara hidup kita menunjukkan siapakah Bapa kita!.
Nah, ada satu hal yang sangat serius, yang Yesus sampaikan mengenai hal ini dalam ajaran-Nya dan juga dalam teguran-Nya kepada orang Yahudi. Sebagai contohnya yaitu Matius 5 : 44-45, 48 ataupun seperti Lukas 6 : 36. Apa yang Yesus ingin sampaikan adalah demikian :  “jika Allah adalah Bapa kita, jika kita adalah anak-anak-Nya, jika kita adalah anggota Kelurga Allah maka itu akan tertunjuk dalam sikap dan cara hidup kita” atau dengan kata lain : “sikap dan cara hidup kita akan menunjukkan hal itu”. Oleh karenanya, Yesus menegur dengan keras orang Yahudi akan hal ini di dalam Yohanes 8 : 41-44. Pengakuan apapun yang keluar dari mulut kita, title atau gelar apapun yang disematkan kepada kita, itu tidak ada artinya jika tanpa kenyaatan akan hal itu dalam hidup kita.

Biar perkataan ini bergema di dalam hati kita : “kuduslah kamu sebab Aku Kudus”.
Allah menghendaki hal ini karena demikianlah IA.

Melakukan kecemaran berarti menolak Allah!.
Yesus juga pernah mengatakan : siapakah ibu-Ku, siapakah saudara-saudara-Ku? Atau biar kita ganti demikian : “siapakah anggota keluarga Allah?” Merekalah yang melakukan kehendak Allah. Dan, apakah kehendak Allah itu?. 1 Tesalonika 4 : 3 mengatakan “pengudusanmu”. Dan di ayat 7 sekali lagi Paulus katakan : Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar melainkan apa yang kudus. Di ayatnya yang ke-8, Paulus sekali lagi mengatakan : jika ada yang menolak hal ini maka dia sedang menolak Allah. Dengan melakukan apa yang cemar tahukah saudara bahwa saudara sedang menolak Allah?


Dosa dapat menghancurkan bait Allah, Keluarga Allah!.
Masih banyak hal yang dapat kita lihat dari perikop kita ini namun biar saya selesai disini!
Perhatikan juga Efesus 2 tadi dimana diberikan gambar mengenai bangunan yang tersusun rapi menjadi bait Allah dengan para rasul dan para nabi sabagai dasarnya dan Yesus sebagai batu penjurunya. Namun saya hanya ingin membahas sedikit mengenai hal ini yaitu bahwa ia memberikan satu gambaran kesatuan dalam keluarga Allah. Bukan hanya jangan menghancurkan Bait Allah namun juga jangan menghancurkan keluarga Allah, dengan  menceraiberaikannya, dengan perpecahan di dalamnya. Perpecahan dalam keluarga, apapun itu namanya, yang ada hanyalah kesombongan dan pertengkaran. Dosa harus disingkirkan dan yang berdosa harus di disiplin. Gereja tidak hancur karena disiplin, keluarga Allah tidak akan hancur karenanya namun ia akan benar-benar hancur jika dosa tidak ditangani. Dosalah yang menghancurkan gereja atau kelurga Allah. Saudara tahu bagaimana sebuah keluarga hancur? Jika tak ada kasih di dalamnya, kasih yang mendalam. Sekalipun kelihatannya kasih namun tanpa kasih yang tulus dan utuh, semuanya hanya menjadi kepura-puraan dan itu terbukti dengan tak adanya kuasa di dalam gereja itu.

Lemahnya kesatuan dalam gereja menunjukkan betapa lemahnya kualitas-kualitas rohani di dalam gereja itu.
Sadarkah saudara bahwa kualitas-kualitas rohani menjadi mungkin di dalam kita melalui hadirat Allah yang diam ditengah-tengah kita?. Dan di dalam Alkitab, hadirat Allah secara khusus dikaitkan dengan kesatuan. Maksud saya, jika kesatuan di dalam gereja itu lemah maka sebenarnya itu juga menunjukkan betapa lemahnya kualitas-kualitas rohani di dalam gereja itu termasuk juga kekudusan. Biar sekali ini kita memahaminya dengan baik.

Dan yang terakhir, biar kita jelas dengan satu hal ini : tidak ada yang namanya sekali anak maka tetap anak atau sekali selamat maka tetap selamat!. Saudara mungkin adalah anak namun anak yang dibuang keluar dari dalam kerajaan-Nya pada akhirnya jika saudara tidak tetap dalam kekudusan-Nya. Ingatlah akan Israel. Mereka adalah anak-anak Allah namun mereka gagal dan sebagai konsekuensinya, mereka dibinasakan. Biarlah ini menjadikan kita senantiasa gentar  dihadapan Allah. Amin

Thursday 7 March 2013

SALING MEMBERI SALAM



SALING MEMBERI SALAM
(Cium Kudus)

Oleh Aprys Radja

Sebelum membahas tema untuk kita hari ini, saya ingin menceritakan sebuah cerita lama kepada saudara dan berharap saudara dapat menangkap apa yang saya ingin sampaikan melalui cerita ini. Kisah ini berjudul : “telinga untuk jangkrik”.
Kisah ini menceritakan mengenai seorang anak Indian yang berjalan bersama temannya di pusat kota New York, AS. Anak Indian ini tiba-tiba berkata kepada temannya bahwa ia mendengar seekor jangkrik. Temannya berkata : ah, kamu ini gila”. Namun si anak Indian ini bersikeras bahwa ia mendengar seekor jangkrik. Temannya berkata : ini adalah siang hari bolong dan ada begitu banyak orang berjalan dimana-mana dengan segala aktivitasnya, mobil-mobil membunyikan klakson, di tambah lagi dengan bunyi-bunyian dari pusat kota. Namun anak Indian ini tidak sependapat. Ia kemudian mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan berjalan ke pojok menyebrangi jalan dan kemudian melihat ke sekelilingnya. Akhirnya, dipojokan yang lain ia menemukan semak-semak disebuah wadah semen yang besar. Ia menggali di bawah dedaunan dan menemukan seekor jangkrik. Temannya jelas-jelas tercengang. Namun si anak Indian berkata : telingaku tidak berbeda dengan telinga mu. Ini hanya bergantung kepada apa yang kamu dengarkan. Mari ku tunjukkan kepadamu.
Si anak Indian kemudian merogoh sakunya dan mengelurkan segenggam uang logam dan menjatuhkannya ke beton. Dan apa yang terjadi? Semua kepala di blok itu seketika berpaling. Anak Indian ini kemudian bertanya kepada temannya : kamu mengerti apa yang ku maksudkan? seraya ia mulai mengambil koin-koin itu. “Semuanya tergantung pada apa yang kamu dengarkan”.

Kelangsungan Hidup Rohani :
“bergantung kepada kebiasaan kita untuk mendengar atau memusatkan perhatian”!
Saya ingin bertanya : mengertikah saudara apa yang ingin disampaikan melalui cerita ini? Banyak orang saat ini yang mata dan telinganya begitu terpesonakan oleh dunia ini. Mereka tidak lagi peka terhadap hal-hal rohani. Kepekaan rohani mereka makin tumpul. Mengapa? Karena mereka sudah terlalu membiasakan diri mendengarkan apa yang menjadi kemauan dunia, apa yang di inginkan oleh daging mereka, dari keeegoisan mereka. Mengapa yang lain dapat berfungsi dengan baik secara rohani dan memiliki kepekaan sedangkan yang lainnya tidak? Bukan berarti kita berbeda, hanya saja itu bergantung kepada apa yang kita dengarkan. Ini bergantung kepada bagaimana kita setiap hari belajar untuk mendegarkan firman-Nya dan menghidupinya.

Ada begitu banyak orang saat ini yang nampaknya sangat antusias terhadap hal-hal di dunia ini. Karena itulah yang ingin ia perhatikan. Karena itulah yang ingin ia dengarkan. Mengapa? Karena itulah yang di inginkan oleh dagingnya, oleh sifatnya yang egois. Bagaimana dengan kita? Apakah saudara masih peka terhadap firman-Nya? Apakah firman-Nya masih mengusik kita? Ataukah kita sudah terlalu lama mengabaikan hati nurani kita, mengabaikan firman-Nya, mendengar namun tidak melakukannya? Itulah alasannya mengapa kita bukannya makin melihat dengan jelas dan mendegar dengan semakin tajam sehingga bisa memilah dan tidak ikut terseret dan terjebak dalam penipuan oleh dunia ini. Karena kita telah membiasakan diri untuk mendengar nasehat dari dunia ini, mendengar dunia ini.

Hari ini kita akan melihat mengenai saling memberi salam!
Adakah suatu intesitas dan kepentingan rohani dari hal ini di mata saudara? Kita sering mengatakan hal ini, bukan?. Salam ya buat ini dan itu. Atau juga ketika kita mengatakan syalom atau salam damai sejahtera. Ini juga adalah sebuah salam. Apa yang ada di benak kita ketika kita menyampaikan salam kepada orang lain? Dalam Roma 16 : 16 dikatakan : “bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus”. Ini sebenarnya bukanlah ungkapan rasul Paulus saja karena rasul Petruspun mengatakan hal yang sama. Petrus berkata : berilah salam seorang kepada yang lain dengan cium kudus (1 Petrus 5 : 14). Ada hal yang menarik, ke dua rasul ini tidak hanya mengatakan bersalaman dengan ciuman tapi ciuman kudus.

Seperti yang saudara pernah dengar bahwa pernah ada suatu sekte Kristen dulunya (saya tidak tahu, apakah masih ada hingga sekarang) dimana mereka bersalaman dengan saling berciuman bahkan dengan lawan jenis (termasuk isteri sesama) dengan cara yang tidak wajar. Namun mereka menggunakan istilah yang digunakan Paulus dan Petrus disini : “cium kudus”. Dengan menggunakan ayat alkitab untuk mendukung perbuatan mereka itu. Saya melihat Kekristenan telah dicemari oleh perbuatan keji semacam ini ; menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk membenarkan tingkah laku mereka yang sebenarnya dikuasai nafsu namun menyatakannya sebagai kebenaran.

Memberi salam dengan cium kudus :
“salah satu bentuk penyataan kasih yang mesra di antara saudara”.
Mari kita pahami dengan baik maksud Paulus disini. Sebenarnya, memberi salam dengan ciuman, seperti yang kita lihat dalam Alkitab merupakan satu kebiasaan yang berlaku di kalangan orang Kristen sejak lama. Ini dapat nyata terlihat dalam tulisan para rasul teristimewahnya rasul Paulus. Ini bukanlah sesuatu hal yang baru sebenarnya bagi mereka yang merupakan Kristen Yahudi. Hal ini dikarenakan ini merupakan suatu hal yang lazim di kalangan Yahudi. Biasanya bukan hanya salam dalam bentuk verbal namun salam itu disetai dengan sebuah ciuman ataupun pelukan, secara istimewah antara sesama jenis.  Biasanya ciuman itu pada bagian dahi, pipi ataupun tangan. Ada kalanya kita melihat dalam kasus tertentu terjadi di antara lawan jenis, namun itu hanya terjadi di antara orang tua dengan anak sebagai lambang penghormatan dan kasih sayang. Kita juga menemukan suatu kasus dimana ketika Yesus datang ke rumah seorang Farisi, dimana pada waktu itu datang seorang perempuan meminyaki kaki Yesus dan terus-menerus mencium kakinya. Ini merupakan suatu bentuk penghormatannya dan kasihnya kepada Yesus sebagai seorang Rabi atau guru. Ini bukan suatu ketentuan tapi ekspresi kasih yang tulus kepada seorang rabi.

Terdapat satu contoh di PL mengenai ciuman terhadap lawan jenis.
Ia muncul di dalam Amsal 7 : 13 – lalu dipegangnyalah orang teruna itu dan di ciumnya dengan muka tanpa malu. Saudara tahu apa konteksnya di sini? Ini tentang perempuan asusila. Dan apa kata Amsal : rumah perempuan itu adalah jalan ke dunia orang mati. Saya teringat akan Amsal 11 : 22 – seperti anting-anting emas di jungur babi, demikianlah perempuan cantik (bisa juga dengan pria tampan) yang tidak susila.

Jadi, kembali kepada salam dengan ciuman ini!
Ciuman di PL biasanya menyatakan hubungan kasih dan penghormatan kekeluargaan seperti Yakub mencium Ishak, ayahnya (Kej 27 : 26), ataupun menyatakan persahabatan dan kasih sayang seperti Daud dan Yonatan saling bercium-ciuman (1 samuel 20 : 41), ataupun kasih dan berkat seperti Samuel mencium saul ketika ia mengurapi Saul menjadi Raja atas Israel (1 samuel 10 : 1). Intinya, ini adalah suatu kebiasaan yang ada pada saat itu. Lebih dari itu, memberi salam dengan ciuman adalah suatu bentuk kasih yang mesra!

Jadi, mengapa ini tidak dilakukan di gereja kita?. Kayaknya selama ini kita belum melihat hal ini dilakukan. Mengapa kita tidak melakukannya dan menjadikannya suatu kebiasan?. Saya ingat ketika kami berpisah untuk melayani, kami semua dan para pemimpin kami saling berpelukan satu sama lain (sesama jenis) dan saling berjabat tangan dan memberi selamat (kepada lawan jenis). Ini juga adalah suatu ungkapan kasih. Kasih dapat di ungkapkan dengan berbagai cara dan ciuman hanya salah satunya, namun kasih itu haruslah kudus, jika ia dilakukan dengan mengabaikan kekudusan maka itu bukanlah kasih.

Memberi salam dengan cium kudus :
“Kasih itu bukan kasih jika ia mengabaikan kekudusan”.
Tapi hal apa yang dapat kita pelajari dengan melihat kepada perkataan “saling memberi salam dengan cium kudus”?
Yang pertama : Saling memberi salam adalah suatu bentuk saling mengasihi sebagai saudara dalam Tuhan. Namun penekananya adalah kasih itu bukanlah kasih jika ia mengabaikan kekudusan (bahkan sesama jenispun dapat terjadi hubungan yang tidak wajar; perhatikanlah-dunia ini semakin aneh). Bukan berarti kita menyingkirkan saudara kita ketika ia berdosa namun dengan kasih, ia harus dibawa kembali kepada Allah dan hidup kudus.

Memberi salam dengan cium kudus :
“Pernyataan kasih mesra dari pribadi yang sejatinya mengasihi saudaranya yang lain”.
Hal kedua yang saya mau sampaikan berhubungan dengan hal ini : Saudara tahu, jika saudara mengamati perkataan cium ini ya, ada satu kejadian dimana hal ini menjadi sesuatu yang benar-benar menyedihkan. Hal itu ada dalam kasus Yudas mengkhinati Yesus. Saudara tahu bagaimana ia mengkhianati Yesus? Dengan sebuah salam dan ciuman. Ini benar-benar menyedihkan. Kita dapat saja melakukan sesuatu yang secara eksternal kelihatan begitu baik dan rohani tanpa benar-benar memaksudkannya, bahkan bisa dalam semangat yang bertolak belakang dengannya, yaitu ‘pengkhianatan.

Dengan membandingkan kasus-kasus ini, maka saudara dapat melihat bahwa dalam hal saling memberi salam, hal itu adalah ungkapan kasih mesra, digerakan oleh kasih. Tapi penekanannya adalah bahwa kasih itu sangatlah berkaitan dengan jati diri saudara. Apa maksud saya? Dapatkah saudara melakukan suatu perbuatan baik tanpa saudara yang di dalamnya baik? dapatkah saudara melakukan suatu tindakan kasih tanpa kasih di dalamnya? Saya katakan dalam pengertian tertentu : “bisa”. Ada banyak perbuatan baik dan kasih semacam ini. Kita sering begitu menekankan mengenai doing (perbuatan) dan bukannya being (jati diri). Inilah persoalan besar di dalam kekristenan. Bukannya perbuatan itu tidak penting, ia sangat penting. Tapi perhatikanlah hal ini! Dapatkah seseorang yang hatinya tidak seutuhnya bagi Tuhan melakukan suatu pelayanan? ‘bisa”, apapun itu yang disebut pelayanan di gereja saat ini. Mereka dapat melakukan sesuatu namun itu bukanlah mereka, dan itulah penipuan. Itulah kemunafikan.

Saudara ingat akan teguran Yesus kepada Ahli Taurat dan orang Farisi?
Yesus katakan mereka melakukan semuanya hanya supaya di lihat orang, mereka memakai tali sembayang yang lebar dan jumbai yang panjang untuk memperoleh hormat (salam) di jalan atau pasar. Yesus katakan : Bagaimana mungkin kalian membersihkan cawan dan pinggan sebelah luarnya tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan?. Tuhan katakan bersihkan dulu sebelah dalamnya maka sebelah luarnya pun akan bersih. Aneh, apakah ada di antara saudara yang jika mencuci gelas bagian luarnya saja dan dalamnya tidak? Namun nampaknya, dalam hidup rohani, inilah yang kita lakukan. Saudara dapat memberikan salam kepada orang lain, tetapi apakah benar-benar saudara mengasihinya? Benarkah itu saudara? Benarkah saudara mengasihi mereka? Memiliki perhatian kepada mereka?

Yesus katakan : kamu seperti kuburan yang di labur putih, yang sebelah luarnya memang tampak bersih tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang-belulang dan pelbagai jenis kotoran. Kamu kelihatan hidup tapi di dalam kamu mati. Jadi, di luar kamu tampak benar dimata orang tetapi di dalamya penuh dengan kejahatan. Sekiranya saudara mementingkan hidup rohani saudara, maka perhatikanlah bagian dalam saudara, yang tidak kelihatan itu. Mintalah agar Allah membersihkan dan mengubahkan kita. Tapi di pihak kita, kita harus benar-benar mau atau bertekad untuk hal itu. Sebagai contoh di dalam Roma 16, ketika Paulus menyatakan salamnya kepada orang-orang yang dia sebutkan, hal itu di iringi dengan pernyataan Paulus tentang apa yang Paulus lihat dalam hidup mereka. Paulus sangat memperhatikan mereka, sebagai satu pribadi maupun sebagai satu jemaat.

Memberi salam ; “Kasih mesra sebagai suatu dorongan dalam iman”.
Yang ke tiga : Dalam menyatakan hal itu (karakter tiap-tiap orang), salam itu dimaksudkan untuk memberikan suatu dorongan. Hal itu dengan mengingatkan apa yang telah Tuhan kerjakan di dalam dan melalui mereka, seperti yang nampak dalam hidup mereka. Kita harus tahu bahwa keadan orang Kristen pada waktu tidaklah mudah. Jadi, salam ini adalah suatu pemberian semangat untuk terus maju dan melangkah bersama. Di dalam Roma 1 : 12, Paulus katakan dia ingin bertemu dengan jemaat di Roma agar masing-masing mereka turut terhibur oleh iman mereka bersama, baik oleh iman mereka maupun oleh iman Paulus. Salam itu juga adalah suatu doa. Syalom berarti damai sejahtera bagimu.

Memberi salam tidak hanya kepada saudara :
“Ciri kehidupan Kristen yang luar biasa, melebihi standart yang biasa”.
Yang terakhir :
Kita juga mengingat perkataan Tuhan, jikalau kita hanya memberi salam kepada saudara kita, apakah lebihnya dengan orang berdosa? (Matius 5 : 47). Konteksnya pada bagian itu, Ia sedang berbicara tentang mengasihi. Di sini Tuhan sedang mengajarkan kita untuk hidup secara luar biasa, melebihi standart yang biasa. Dengan kata lain, jika kita mengasihi saudara kita itu baik, namun lebih dari itu, orang yang memusuhi kita. Kalau di antara saudara saja sulit, bagaimana dapat hidup menurut hidup yang rohani, yang luar biasa, yang lebih dari yang biasa. Ada saja kita temui, terdapat masalah di antara saudara sehingga mereka tidak lagi memberikan salam satu dengan yang lain. Bagaimana kita dapat hdup secara lebih?. Amin