SALING
MENGUTAMAKAN
(Filipi 2 : 3)
Oleh : Aprys
Radja
Kita akan
meneruskan pembahasan kita mengenai seri besar kita selama ini. Dan hari ini,
kita akan melihat mengenai satu lagi hal yang begitu penting, yang begitu sayang
untuk dilewatkan dalam pembahasan kita, mengingat hal ini merupakan salah satu
hal yang begitu penting dan sedemikian praktis untuk dipraktekkan di dalam
gereja. Hal itu adalah mengenai “saling mengutamakan”.
Sebagaimana
yang saudara ketahui bahwa belum lama ini, kami semua berada di daerah Jogja
untuk sebuah pertemuan. Setibanya kami di Jogja, kami di hantarkan ke villa
dimana kami akan menginap. Dalam perjalanan itu, kami memperoleh seorang driver
yang baik, yang dengan semangatnya menceritakan kepada kami kronologis
kejadian-kejadian yang belum lama ini terjadi di Jogja. Yang terbaru adalah mengenai
meletusnya gunung merapi. Bagi orang ini, sebenarnya, sebelum hal ini terjadi,
sudah ada tanda-tanda yang nyata, bahkan binatang-binatangpun merasakannya. Dan
sesungguhnya, akibat yang ditimbulkan bagi manusia dapat diminimalkan dan
korban yang ada dapat ditanggulangi dengan baik sekiranya masyarakat itu peka
dan mau dengan segera melakukan sesuatu.
Ketika
mendengar cerita orang ini, satu hal yang saya mengerti. Besarnya dampak dan
korban yang ada adalah dikarenakan manusia tidak peka terhadap gejala alam dan
tidak menghiraukannya sekalipun gejala tersebut begitu terlihat jelas. Hal ini dengan
begitu baik menjelaskan apa yang juga terjadi di dalam hidup rohani kita. Apa
yang saya maksudkan adalah bahwa keselamatan saudara dan juga gereja sangatlah
bergantung kepada kepekaan saudara terhadap perkara-perkara rohani dan
bagaimana saudara meresponinya. Apakah kita peka terhadap apa yang Tuhan sedang
ingin sampaikan kepada kita dan juga terhadap kondisi rohani kita.
Dalam banyak
kesempatan, memandang kepada bagaimana kondisi orang Kristen akhir-akhir ini,
begitu banyaknya orang yang merasa jenuh dan hambar terhadap perkara-perkara
rohani merupakan suatu keadaan yang sangat menakutkan. Firman Tuhan yang adalah
air kehidupan, yang seharusnya menyegarkan menjadi terasa begitu biasa. Apa
yang sebenarnya menjadi masalah dari semua hal ini? Salah satu alasan utamanya,
yang tidak dapat kita pungkiri adalah ‘karena kita tidak hidup di dalamnya”, di
dalam firman yang kita dengar. Kita mengetahuinya namun itu bukanlah kehidupan
kita. Ia bukannya menjadi air yang mengalir keluar dari hidup kita dan
menyegarkan orang lain namun malah menjadi air yang tergenang di dalam kita.
Begitu
banyaknya orang Kristen yang tidak menyadari bahwa mereka saat ini telah berada
di dalam perangkap si jahat. Jika hal-hal rohani telah menjadi sedemikian biasa
bagi kita maka berhati-hatilah, kemungkinan besar kita telah jatuh dalam
jeratnya. Segeralah bertindak. Jika perkataan seperti kasih, komitmen ataupun
kualitas hidup terdengar biasa bagi saudara, maka berhati-hatilah.
Jika saudara
tidak menghidupi dengan seutuhnya firman yang saudara dengar dan firman itu
tidak hidup di dalam saudara maka berhati-hatilah! Saudara akan mendapati bahwa
bukan hanya perkara-perkara rohani akan menjadi terasa biasa bagi saudara, namun
hal itu juga akan berdampak kepada hubungan saudara dengan saudara yang lain di
dalam tubuh ini. Hubungan itu akan menjadi terasa biasa dan hambar. Saya
pastikan bahwa hal ini akan dengan segera terjadi.
Nah, berhubungan
dengan hal ini, marilah kita melihat kepada topik kita pada hari ini dan
bercermin kepada hal ini untuk melihat kondisi spiritual kita. Hal itu adalah
mengenai “saling mengutamakan”. Paulus katakan, “sempurnakanlah sukacitaku
dengan ini yaitu bahwa diantara jemaat : “yang satu menganggap yang lain lebih
utama dari dirinya sendiri” atau “utamakanlah satu terhadap yang lain”.
Mari kita
mulai dengan pertanyaan sederhana ini :
Lazimnya, siapa
yang kita utamakan dalam hidup kita sehari-hari dan mengapa ia menjadi yang
kita utamakan? Atau, orang seperti apakah yang biasanya saudara utamakan, yang
saudara anggap penting?
Merenungkan
mengenai hal ini, saya teringat bahwa dalam suatu kesempatan, Yesus pernah bertanya
kepada murid-murid-Nya : siapakah yang lebih besar, yang duduk makan atau yang
melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu
sebagai pelayan? (Lukas 22 : 27). Mari kita lihat perkataan Yesus ini dari sudut
pandang yang lain. Lazimnya, bukankah orang yang duduk makan itu adalah
seseorang yang dipandang penting, utama, mulia ataupun terhormat? Bukankah dia
adalah seseorang yang berada di atas orang yang melayaninya? Itu berarti dia
itu penting, utama dan terpandang, bukan?.
Jadi, jika
dalam tubuh ini kita itu adalah seseorang yang minta untuk di layani, maka
saudara sekarang paham bahwa itu berarti kita menganggap diri kita itu penting
atau lebih utama dari saudara yang lain. Bukan begitu? Namun jika saudara memberi
diri untuk melayani saudara yang lain, hal itu berarti saudara menganggap
saudara yang lain itu lebih penting dari diri saudara sendiri, dimana saudara
mengutamakan dia. Pahamkah saudara akan logika yang sederhana ini? Jadi, yang
manakah saudara, orang yang minta untuk dilayani ataukah yang melayani?
Atau mari kita
lihat kebiasaan yang kita temui setiap hari di antara kita. Seumpamanya saudara
ingin mengadakan sebuah perjamuan makan, siapakah yang akan saudara utamakan
untuk saudara undang? Lazimnya, bukankah mereka yang paling minim adalah orang yang
mampu membalas kebaikan saudara? Dan sekiranya memungkinkan, maka saudara akan
mengutamakan mereka yang dapat mendatangkan keuntungan bagi saudara. Bukankah
begitu? Kita berpikir kita sangat rohani ya? Lihatlah dari sikap kita selama
ini dan bercerminlah. Tapi apa yang Yesus katakan mengenai hal ini? Teladan apa
yang Ia sampaikan? “Undanglah (atau utamakanlah) mereka yang tidak dapat
membalas saudara” (Lukas 14 : 14). Mereka yang buta, cacat dan seterusnya.
Jadi, jika
saudara cermat memperhatikan maka saudara akan mendapati bahwa dunia ini
sebenarnya sedang mengajarkan, mengarahkan dan membentuk diri kita untuk
memandang bahwa diri kita sendirilah yang paling penting dan paling utama,
bukan orang lain. Bukan begitu?. Dalam suatu kejadian di tuliskan bahwa Yesus
mengajarkan sebuah perumpamaan karena Ia melihat tamu-tamu berusaha menduduki
tempat kehormatan (Lukas 14 : 7). Dunia ini merangsang ego saudara. Dunia ingin
menjadikan anda no 1 di dunia ini dan sebenarnya secara tidak langsung sedang
membuat anda melawan Allah karena seharusnya yang berada pada posisi terutama
dan pertama, seharusnya adalah Allah.
Allahlah dan
kepentingan-Nyalah yang seharusnya menjadi hal yang terutama dalam hidup saudara
dan saya. Dan jika benar demikian, maka seperti teladan Yesus, ketika Ia
mengutamakan Allah dan kepentingan-Nya maka kepentingan sesamalah yang di
diutamakan. Demikian juga, jika mengutamakan kepentingan Kristus maka saudara
yang lainlah yang kita utamakan. Perhatikan apa yang Paulus katakan dalam
Filipi 2 : 20 -21 “karena tak ada seorangpun, yang sehati dan sepikir dengan
aku dan yang begitu bersungguh-sungguh
memperhatikan kepentinganmu sebab semuanya mencari kepentingan sendiri,
bukan kepentingan Kristus.
Kemudian jika
saudara memperhatikan ayat-ayat sebelumnya, maka saudara akan menemukan sesuatu
yang unik. Jika benar kita mengutamakan saudara yang lain maka saudara akan
melakukannya dengan rela hati, bukannya dengan bersungut-sungut dan berbantah-bantahan.
Jika yang terjadi adalah yang sebaliknya maka saudara benar mengutamakan saudara
yang lain namun hanya dalam kata dan itu tidak dengan sepenuh hati. Mengapa?
Karena saudara sebenarnya tidak rela jika yang lainlah yang di utamakan (Filipi
2 : 14). Banyak orang Kristen yang tidak menyadari akan hal ini, bahwa dengan
melakukan sesuatu yang kelihatannya baik namun di sertai dengan sungutan dan
perbantahan menjadikan kita beraib dan bernoda (Filipi 2 : 15) atau tidak
layak.
Jadi inilah
point ke dua yang ingin saya sampaikan :
Jika benar
kita mengutamakan satu terhadap yang lain maka itu haruslah sesuatu yang
berasal dan di mulai di tingkat hati. Apa maksud saya? Perhatikan Filipi 1 : 7.
Paulus mengatakan kepada jemaat di Filipi : “kamu sekalian ada di dalam hati
ku”. Oleh karenanya ia katakan : “setiap kali aku berdoa untuk kamu, aku selalu
berdoa dengan sukacita (Filipi 1 : 4). Jadi, jika benar kita mengutamakan
saudara kita yang lain maka pikiran dan hati kita adalah tentang apa yang
menjadi kebaikan bagi saudara kita itu, “tentang mereka”. Bagaimana mungkin
kita mengatakan kita mengutamakan saudara kita sedangkan saudara itu tidak ada
dalam hati dan pikiran kita.
Saudara tahu,
bagaimana ketika seseorang sedang jatuh cinta? Maka orang itu ada di dalam hati
dan pikirannya, bukankah begitu? Ia akan memikirkan apa yang terbaik yang dapat
ia lakukan bagi orang yang ia cintai itu. Jadi, jika kita jatuh cinta terhadap
Allah, maka sesama adalah yang kita utamakan karena Allah. Karena Allah begitu
peduli terhadap mereka.
Yang terakhir
:
Kata ini juga
muncul di dalam Filipi 3 : 8, namun di sini diterjemahkan sebagai “lebih mulia”.
Di sini Paulus katakan; karena pengenalannya akan Kristus itu lebih mulia
daripada apapun maka dia rela kehilangan apapun demi Kristus. Jika kita aplikasikan
kata ini kepada jemaat, maka hal ini bermakna bahwa jika sesama adalah yang
kita utamakan maka sudah seharusnyalah kita rela untuk kehilangan apapun demi
saudara kita itu. Semuanya boleh hilang dari kita namun jangan saudara kita itu
karena ia mulia dan berharga bagi kita, kita mengutamakannya. Oleh karena itu,
sikap saling menjaga dalam kasih sangatlah penting. Saudara mengutamakan
kehidupan rohaninya. Inilah yang terpenting. Apapun demi kesejahteraan rohani
saudara kita itu. Inilah yang paling utama; “apa yang dapat kita lakukan untuk
kebaikan rohani saudara kita itu”.
Saudara akan
dapati bahwa dalam hal saling mengutamakan, dimana saudara yang lain adalah
yang pertama, bukan diri saudara, Tuhan akan bekerja dengan lebih melalui saudara
dan gereja ini. Saudara bukan saja mengasihi orang itu seperti diri saudara
sendiri namun Tuhan akan memampukan saudara untuk mengasihi orang itu jauh
lebih dari bagaimana saudara mengasihi diri saudara sendiri selama ini.
Amin
No comments:
Post a Comment