Thursday 7 March 2013

SALING MEMBERI SALAM



SALING MEMBERI SALAM
(Cium Kudus)

Oleh Aprys Radja

Sebelum membahas tema untuk kita hari ini, saya ingin menceritakan sebuah cerita lama kepada saudara dan berharap saudara dapat menangkap apa yang saya ingin sampaikan melalui cerita ini. Kisah ini berjudul : “telinga untuk jangkrik”.
Kisah ini menceritakan mengenai seorang anak Indian yang berjalan bersama temannya di pusat kota New York, AS. Anak Indian ini tiba-tiba berkata kepada temannya bahwa ia mendengar seekor jangkrik. Temannya berkata : ah, kamu ini gila”. Namun si anak Indian ini bersikeras bahwa ia mendengar seekor jangkrik. Temannya berkata : ini adalah siang hari bolong dan ada begitu banyak orang berjalan dimana-mana dengan segala aktivitasnya, mobil-mobil membunyikan klakson, di tambah lagi dengan bunyi-bunyian dari pusat kota. Namun anak Indian ini tidak sependapat. Ia kemudian mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan berjalan ke pojok menyebrangi jalan dan kemudian melihat ke sekelilingnya. Akhirnya, dipojokan yang lain ia menemukan semak-semak disebuah wadah semen yang besar. Ia menggali di bawah dedaunan dan menemukan seekor jangkrik. Temannya jelas-jelas tercengang. Namun si anak Indian berkata : telingaku tidak berbeda dengan telinga mu. Ini hanya bergantung kepada apa yang kamu dengarkan. Mari ku tunjukkan kepadamu.
Si anak Indian kemudian merogoh sakunya dan mengelurkan segenggam uang logam dan menjatuhkannya ke beton. Dan apa yang terjadi? Semua kepala di blok itu seketika berpaling. Anak Indian ini kemudian bertanya kepada temannya : kamu mengerti apa yang ku maksudkan? seraya ia mulai mengambil koin-koin itu. “Semuanya tergantung pada apa yang kamu dengarkan”.

Kelangsungan Hidup Rohani :
“bergantung kepada kebiasaan kita untuk mendengar atau memusatkan perhatian”!
Saya ingin bertanya : mengertikah saudara apa yang ingin disampaikan melalui cerita ini? Banyak orang saat ini yang mata dan telinganya begitu terpesonakan oleh dunia ini. Mereka tidak lagi peka terhadap hal-hal rohani. Kepekaan rohani mereka makin tumpul. Mengapa? Karena mereka sudah terlalu membiasakan diri mendengarkan apa yang menjadi kemauan dunia, apa yang di inginkan oleh daging mereka, dari keeegoisan mereka. Mengapa yang lain dapat berfungsi dengan baik secara rohani dan memiliki kepekaan sedangkan yang lainnya tidak? Bukan berarti kita berbeda, hanya saja itu bergantung kepada apa yang kita dengarkan. Ini bergantung kepada bagaimana kita setiap hari belajar untuk mendegarkan firman-Nya dan menghidupinya.

Ada begitu banyak orang saat ini yang nampaknya sangat antusias terhadap hal-hal di dunia ini. Karena itulah yang ingin ia perhatikan. Karena itulah yang ingin ia dengarkan. Mengapa? Karena itulah yang di inginkan oleh dagingnya, oleh sifatnya yang egois. Bagaimana dengan kita? Apakah saudara masih peka terhadap firman-Nya? Apakah firman-Nya masih mengusik kita? Ataukah kita sudah terlalu lama mengabaikan hati nurani kita, mengabaikan firman-Nya, mendengar namun tidak melakukannya? Itulah alasannya mengapa kita bukannya makin melihat dengan jelas dan mendegar dengan semakin tajam sehingga bisa memilah dan tidak ikut terseret dan terjebak dalam penipuan oleh dunia ini. Karena kita telah membiasakan diri untuk mendengar nasehat dari dunia ini, mendengar dunia ini.

Hari ini kita akan melihat mengenai saling memberi salam!
Adakah suatu intesitas dan kepentingan rohani dari hal ini di mata saudara? Kita sering mengatakan hal ini, bukan?. Salam ya buat ini dan itu. Atau juga ketika kita mengatakan syalom atau salam damai sejahtera. Ini juga adalah sebuah salam. Apa yang ada di benak kita ketika kita menyampaikan salam kepada orang lain? Dalam Roma 16 : 16 dikatakan : “bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus”. Ini sebenarnya bukanlah ungkapan rasul Paulus saja karena rasul Petruspun mengatakan hal yang sama. Petrus berkata : berilah salam seorang kepada yang lain dengan cium kudus (1 Petrus 5 : 14). Ada hal yang menarik, ke dua rasul ini tidak hanya mengatakan bersalaman dengan ciuman tapi ciuman kudus.

Seperti yang saudara pernah dengar bahwa pernah ada suatu sekte Kristen dulunya (saya tidak tahu, apakah masih ada hingga sekarang) dimana mereka bersalaman dengan saling berciuman bahkan dengan lawan jenis (termasuk isteri sesama) dengan cara yang tidak wajar. Namun mereka menggunakan istilah yang digunakan Paulus dan Petrus disini : “cium kudus”. Dengan menggunakan ayat alkitab untuk mendukung perbuatan mereka itu. Saya melihat Kekristenan telah dicemari oleh perbuatan keji semacam ini ; menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk membenarkan tingkah laku mereka yang sebenarnya dikuasai nafsu namun menyatakannya sebagai kebenaran.

Memberi salam dengan cium kudus :
“salah satu bentuk penyataan kasih yang mesra di antara saudara”.
Mari kita pahami dengan baik maksud Paulus disini. Sebenarnya, memberi salam dengan ciuman, seperti yang kita lihat dalam Alkitab merupakan satu kebiasaan yang berlaku di kalangan orang Kristen sejak lama. Ini dapat nyata terlihat dalam tulisan para rasul teristimewahnya rasul Paulus. Ini bukanlah sesuatu hal yang baru sebenarnya bagi mereka yang merupakan Kristen Yahudi. Hal ini dikarenakan ini merupakan suatu hal yang lazim di kalangan Yahudi. Biasanya bukan hanya salam dalam bentuk verbal namun salam itu disetai dengan sebuah ciuman ataupun pelukan, secara istimewah antara sesama jenis.  Biasanya ciuman itu pada bagian dahi, pipi ataupun tangan. Ada kalanya kita melihat dalam kasus tertentu terjadi di antara lawan jenis, namun itu hanya terjadi di antara orang tua dengan anak sebagai lambang penghormatan dan kasih sayang. Kita juga menemukan suatu kasus dimana ketika Yesus datang ke rumah seorang Farisi, dimana pada waktu itu datang seorang perempuan meminyaki kaki Yesus dan terus-menerus mencium kakinya. Ini merupakan suatu bentuk penghormatannya dan kasihnya kepada Yesus sebagai seorang Rabi atau guru. Ini bukan suatu ketentuan tapi ekspresi kasih yang tulus kepada seorang rabi.

Terdapat satu contoh di PL mengenai ciuman terhadap lawan jenis.
Ia muncul di dalam Amsal 7 : 13 – lalu dipegangnyalah orang teruna itu dan di ciumnya dengan muka tanpa malu. Saudara tahu apa konteksnya di sini? Ini tentang perempuan asusila. Dan apa kata Amsal : rumah perempuan itu adalah jalan ke dunia orang mati. Saya teringat akan Amsal 11 : 22 – seperti anting-anting emas di jungur babi, demikianlah perempuan cantik (bisa juga dengan pria tampan) yang tidak susila.

Jadi, kembali kepada salam dengan ciuman ini!
Ciuman di PL biasanya menyatakan hubungan kasih dan penghormatan kekeluargaan seperti Yakub mencium Ishak, ayahnya (Kej 27 : 26), ataupun menyatakan persahabatan dan kasih sayang seperti Daud dan Yonatan saling bercium-ciuman (1 samuel 20 : 41), ataupun kasih dan berkat seperti Samuel mencium saul ketika ia mengurapi Saul menjadi Raja atas Israel (1 samuel 10 : 1). Intinya, ini adalah suatu kebiasaan yang ada pada saat itu. Lebih dari itu, memberi salam dengan ciuman adalah suatu bentuk kasih yang mesra!

Jadi, mengapa ini tidak dilakukan di gereja kita?. Kayaknya selama ini kita belum melihat hal ini dilakukan. Mengapa kita tidak melakukannya dan menjadikannya suatu kebiasan?. Saya ingat ketika kami berpisah untuk melayani, kami semua dan para pemimpin kami saling berpelukan satu sama lain (sesama jenis) dan saling berjabat tangan dan memberi selamat (kepada lawan jenis). Ini juga adalah suatu ungkapan kasih. Kasih dapat di ungkapkan dengan berbagai cara dan ciuman hanya salah satunya, namun kasih itu haruslah kudus, jika ia dilakukan dengan mengabaikan kekudusan maka itu bukanlah kasih.

Memberi salam dengan cium kudus :
“Kasih itu bukan kasih jika ia mengabaikan kekudusan”.
Tapi hal apa yang dapat kita pelajari dengan melihat kepada perkataan “saling memberi salam dengan cium kudus”?
Yang pertama : Saling memberi salam adalah suatu bentuk saling mengasihi sebagai saudara dalam Tuhan. Namun penekananya adalah kasih itu bukanlah kasih jika ia mengabaikan kekudusan (bahkan sesama jenispun dapat terjadi hubungan yang tidak wajar; perhatikanlah-dunia ini semakin aneh). Bukan berarti kita menyingkirkan saudara kita ketika ia berdosa namun dengan kasih, ia harus dibawa kembali kepada Allah dan hidup kudus.

Memberi salam dengan cium kudus :
“Pernyataan kasih mesra dari pribadi yang sejatinya mengasihi saudaranya yang lain”.
Hal kedua yang saya mau sampaikan berhubungan dengan hal ini : Saudara tahu, jika saudara mengamati perkataan cium ini ya, ada satu kejadian dimana hal ini menjadi sesuatu yang benar-benar menyedihkan. Hal itu ada dalam kasus Yudas mengkhinati Yesus. Saudara tahu bagaimana ia mengkhianati Yesus? Dengan sebuah salam dan ciuman. Ini benar-benar menyedihkan. Kita dapat saja melakukan sesuatu yang secara eksternal kelihatan begitu baik dan rohani tanpa benar-benar memaksudkannya, bahkan bisa dalam semangat yang bertolak belakang dengannya, yaitu ‘pengkhianatan.

Dengan membandingkan kasus-kasus ini, maka saudara dapat melihat bahwa dalam hal saling memberi salam, hal itu adalah ungkapan kasih mesra, digerakan oleh kasih. Tapi penekanannya adalah bahwa kasih itu sangatlah berkaitan dengan jati diri saudara. Apa maksud saya? Dapatkah saudara melakukan suatu perbuatan baik tanpa saudara yang di dalamnya baik? dapatkah saudara melakukan suatu tindakan kasih tanpa kasih di dalamnya? Saya katakan dalam pengertian tertentu : “bisa”. Ada banyak perbuatan baik dan kasih semacam ini. Kita sering begitu menekankan mengenai doing (perbuatan) dan bukannya being (jati diri). Inilah persoalan besar di dalam kekristenan. Bukannya perbuatan itu tidak penting, ia sangat penting. Tapi perhatikanlah hal ini! Dapatkah seseorang yang hatinya tidak seutuhnya bagi Tuhan melakukan suatu pelayanan? ‘bisa”, apapun itu yang disebut pelayanan di gereja saat ini. Mereka dapat melakukan sesuatu namun itu bukanlah mereka, dan itulah penipuan. Itulah kemunafikan.

Saudara ingat akan teguran Yesus kepada Ahli Taurat dan orang Farisi?
Yesus katakan mereka melakukan semuanya hanya supaya di lihat orang, mereka memakai tali sembayang yang lebar dan jumbai yang panjang untuk memperoleh hormat (salam) di jalan atau pasar. Yesus katakan : Bagaimana mungkin kalian membersihkan cawan dan pinggan sebelah luarnya tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan?. Tuhan katakan bersihkan dulu sebelah dalamnya maka sebelah luarnya pun akan bersih. Aneh, apakah ada di antara saudara yang jika mencuci gelas bagian luarnya saja dan dalamnya tidak? Namun nampaknya, dalam hidup rohani, inilah yang kita lakukan. Saudara dapat memberikan salam kepada orang lain, tetapi apakah benar-benar saudara mengasihinya? Benarkah itu saudara? Benarkah saudara mengasihi mereka? Memiliki perhatian kepada mereka?

Yesus katakan : kamu seperti kuburan yang di labur putih, yang sebelah luarnya memang tampak bersih tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang-belulang dan pelbagai jenis kotoran. Kamu kelihatan hidup tapi di dalam kamu mati. Jadi, di luar kamu tampak benar dimata orang tetapi di dalamya penuh dengan kejahatan. Sekiranya saudara mementingkan hidup rohani saudara, maka perhatikanlah bagian dalam saudara, yang tidak kelihatan itu. Mintalah agar Allah membersihkan dan mengubahkan kita. Tapi di pihak kita, kita harus benar-benar mau atau bertekad untuk hal itu. Sebagai contoh di dalam Roma 16, ketika Paulus menyatakan salamnya kepada orang-orang yang dia sebutkan, hal itu di iringi dengan pernyataan Paulus tentang apa yang Paulus lihat dalam hidup mereka. Paulus sangat memperhatikan mereka, sebagai satu pribadi maupun sebagai satu jemaat.

Memberi salam ; “Kasih mesra sebagai suatu dorongan dalam iman”.
Yang ke tiga : Dalam menyatakan hal itu (karakter tiap-tiap orang), salam itu dimaksudkan untuk memberikan suatu dorongan. Hal itu dengan mengingatkan apa yang telah Tuhan kerjakan di dalam dan melalui mereka, seperti yang nampak dalam hidup mereka. Kita harus tahu bahwa keadan orang Kristen pada waktu tidaklah mudah. Jadi, salam ini adalah suatu pemberian semangat untuk terus maju dan melangkah bersama. Di dalam Roma 1 : 12, Paulus katakan dia ingin bertemu dengan jemaat di Roma agar masing-masing mereka turut terhibur oleh iman mereka bersama, baik oleh iman mereka maupun oleh iman Paulus. Salam itu juga adalah suatu doa. Syalom berarti damai sejahtera bagimu.

Memberi salam tidak hanya kepada saudara :
“Ciri kehidupan Kristen yang luar biasa, melebihi standart yang biasa”.
Yang terakhir :
Kita juga mengingat perkataan Tuhan, jikalau kita hanya memberi salam kepada saudara kita, apakah lebihnya dengan orang berdosa? (Matius 5 : 47). Konteksnya pada bagian itu, Ia sedang berbicara tentang mengasihi. Di sini Tuhan sedang mengajarkan kita untuk hidup secara luar biasa, melebihi standart yang biasa. Dengan kata lain, jika kita mengasihi saudara kita itu baik, namun lebih dari itu, orang yang memusuhi kita. Kalau di antara saudara saja sulit, bagaimana dapat hidup menurut hidup yang rohani, yang luar biasa, yang lebih dari yang biasa. Ada saja kita temui, terdapat masalah di antara saudara sehingga mereka tidak lagi memberikan salam satu dengan yang lain. Bagaimana kita dapat hdup secara lebih?. Amin

No comments:

Post a Comment