SALING
MEMBERI SALAM
(Cium
Kudus)
Oleh
Aprys Radja
Sebelum
membahas tema untuk kita hari ini, saya ingin menceritakan sebuah cerita lama
kepada saudara dan berharap saudara dapat menangkap apa yang saya ingin
sampaikan melalui cerita ini. Kisah ini
berjudul : “telinga untuk jangkrik”.
Kisah ini
menceritakan mengenai seorang anak Indian yang berjalan bersama temannya di
pusat kota New York, AS. Anak Indian ini tiba-tiba berkata kepada temannya
bahwa ia mendengar seekor jangkrik. Temannya berkata : ah, kamu ini gila”.
Namun si anak Indian ini bersikeras bahwa ia mendengar seekor jangkrik.
Temannya berkata : ini adalah siang hari bolong dan ada begitu banyak orang
berjalan dimana-mana dengan segala aktivitasnya, mobil-mobil membunyikan
klakson, di tambah lagi dengan bunyi-bunyian dari pusat kota. Namun anak Indian
ini tidak sependapat. Ia kemudian mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan
berjalan ke pojok menyebrangi jalan dan kemudian melihat ke sekelilingnya.
Akhirnya, dipojokan yang lain ia menemukan semak-semak disebuah wadah semen
yang besar. Ia menggali di bawah dedaunan dan menemukan seekor jangkrik.
Temannya jelas-jelas tercengang. Namun si anak Indian berkata : telingaku tidak berbeda dengan telinga mu.
Ini hanya bergantung kepada apa yang kamu dengarkan. Mari ku tunjukkan
kepadamu.
Si anak Indian
kemudian merogoh sakunya dan mengelurkan segenggam uang logam dan
menjatuhkannya ke beton. Dan apa yang terjadi? Semua kepala di blok itu
seketika berpaling. Anak Indian ini kemudian bertanya kepada temannya : kamu
mengerti apa yang ku maksudkan? seraya ia mulai mengambil koin-koin itu. “Semuanya tergantung pada apa yang kamu
dengarkan”.
Kelangsungan Hidup Rohani :
“bergantung kepada kebiasaan kita untuk
mendengar atau memusatkan perhatian”!
Saya ingin
bertanya : mengertikah saudara apa yang ingin disampaikan melalui cerita ini? Banyak
orang saat ini yang mata dan telinganya begitu terpesonakan oleh dunia ini. Mereka
tidak lagi peka terhadap hal-hal rohani. Kepekaan rohani mereka makin tumpul.
Mengapa? Karena mereka sudah terlalu membiasakan diri mendengarkan apa yang
menjadi kemauan dunia, apa yang di inginkan oleh daging mereka, dari keeegoisan
mereka. Mengapa yang lain dapat berfungsi dengan baik secara rohani dan
memiliki kepekaan sedangkan yang lainnya tidak? Bukan berarti kita berbeda,
hanya saja itu bergantung kepada apa yang kita dengarkan. Ini bergantung kepada
bagaimana kita setiap hari belajar untuk mendegarkan firman-Nya dan
menghidupinya.
Ada begitu
banyak orang saat ini yang nampaknya sangat antusias terhadap hal-hal di dunia
ini. Karena itulah yang ingin ia perhatikan. Karena itulah yang ingin ia
dengarkan. Mengapa? Karena itulah yang di inginkan oleh dagingnya, oleh
sifatnya yang egois. Bagaimana dengan kita? Apakah saudara masih peka terhadap
firman-Nya? Apakah firman-Nya masih mengusik kita? Ataukah kita sudah terlalu
lama mengabaikan hati nurani kita, mengabaikan firman-Nya, mendengar namun
tidak melakukannya? Itulah alasannya mengapa kita bukannya makin melihat dengan
jelas dan mendegar dengan semakin tajam sehingga bisa memilah dan tidak ikut terseret
dan terjebak dalam penipuan oleh dunia ini. Karena kita telah membiasakan diri
untuk mendengar nasehat dari dunia ini, mendengar dunia ini.
Hari ini kita akan melihat mengenai saling memberi
salam!
Adakah suatu
intesitas dan kepentingan rohani dari hal ini di mata saudara? Kita sering
mengatakan hal ini, bukan?. Salam ya buat ini dan itu. Atau juga ketika kita
mengatakan syalom atau salam damai sejahtera. Ini juga adalah sebuah salam. Apa
yang ada di benak kita ketika kita menyampaikan salam kepada orang lain? Dalam Roma
16 : 16 dikatakan : “bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus”. Ini sebenarnya bukanlah
ungkapan rasul Paulus saja karena rasul Petruspun mengatakan hal yang sama.
Petrus berkata : berilah salam seorang kepada yang lain dengan cium kudus (1
Petrus 5 : 14). Ada hal yang menarik, ke dua rasul ini tidak hanya mengatakan
bersalaman dengan ciuman tapi ciuman kudus.
Seperti yang
saudara pernah dengar bahwa pernah ada suatu sekte Kristen dulunya (saya tidak
tahu, apakah masih ada hingga sekarang) dimana mereka bersalaman dengan saling
berciuman bahkan dengan lawan jenis (termasuk isteri sesama) dengan cara yang
tidak wajar. Namun mereka menggunakan istilah yang digunakan Paulus dan Petrus disini
: “cium kudus”. Dengan menggunakan ayat alkitab untuk mendukung perbuatan
mereka itu. Saya melihat Kekristenan telah dicemari oleh perbuatan keji semacam
ini ; menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk membenarkan tingkah laku mereka yang
sebenarnya dikuasai nafsu namun menyatakannya sebagai kebenaran.
Memberi salam dengan cium kudus :
“salah satu bentuk penyataan kasih
yang mesra di antara saudara”.
Mari kita
pahami dengan baik maksud Paulus disini. Sebenarnya, memberi salam dengan
ciuman, seperti yang kita lihat dalam Alkitab merupakan satu kebiasaan yang
berlaku di kalangan orang Kristen sejak lama. Ini dapat nyata terlihat dalam
tulisan para rasul teristimewahnya rasul Paulus. Ini bukanlah sesuatu hal yang
baru sebenarnya bagi mereka yang merupakan Kristen Yahudi. Hal ini dikarenakan
ini merupakan suatu hal yang lazim di kalangan Yahudi. Biasanya bukan hanya
salam dalam bentuk verbal namun salam itu disetai dengan sebuah ciuman ataupun
pelukan, secara istimewah antara sesama jenis.
Biasanya ciuman itu pada bagian dahi, pipi ataupun tangan. Ada kalanya
kita melihat dalam kasus tertentu terjadi di antara lawan jenis, namun itu
hanya terjadi di antara orang tua dengan anak sebagai lambang penghormatan dan
kasih sayang. Kita juga menemukan suatu kasus dimana ketika Yesus datang ke
rumah seorang Farisi, dimana pada waktu itu datang seorang perempuan meminyaki
kaki Yesus dan terus-menerus mencium kakinya. Ini merupakan suatu bentuk
penghormatannya dan kasihnya kepada Yesus sebagai seorang Rabi atau guru. Ini
bukan suatu ketentuan tapi ekspresi kasih yang tulus kepada seorang rabi.
Terdapat satu contoh di PL mengenai
ciuman terhadap lawan jenis.
Ia muncul di
dalam Amsal 7 : 13 – lalu dipegangnyalah orang teruna itu dan di ciumnya dengan
muka tanpa malu. Saudara tahu apa konteksnya di sini? Ini tentang perempuan
asusila. Dan apa kata Amsal : rumah perempuan itu adalah jalan ke dunia orang
mati. Saya teringat akan Amsal 11 : 22 – seperti anting-anting emas di jungur
babi, demikianlah perempuan cantik (bisa juga dengan pria tampan) yang tidak
susila.
Jadi, kembali
kepada salam dengan ciuman ini!
Ciuman di PL
biasanya menyatakan hubungan kasih dan penghormatan kekeluargaan seperti Yakub
mencium Ishak, ayahnya (Kej 27 : 26), ataupun menyatakan persahabatan dan kasih
sayang seperti Daud dan Yonatan saling bercium-ciuman (1 samuel 20 : 41),
ataupun kasih dan berkat seperti Samuel mencium saul ketika ia mengurapi Saul
menjadi Raja atas Israel (1 samuel 10 : 1). Intinya, ini adalah suatu kebiasaan
yang ada pada saat itu. Lebih dari itu, memberi salam dengan ciuman adalah
suatu bentuk kasih yang mesra!
Jadi, mengapa
ini tidak dilakukan di gereja kita?. Kayaknya selama ini kita belum melihat hal
ini dilakukan. Mengapa kita tidak melakukannya dan menjadikannya suatu kebiasan?.
Saya ingat ketika kami berpisah untuk melayani, kami semua dan para pemimpin
kami saling berpelukan satu sama lain (sesama jenis) dan saling berjabat tangan
dan memberi selamat (kepada lawan jenis). Ini juga adalah suatu ungkapan kasih.
Kasih dapat di ungkapkan dengan berbagai cara dan ciuman hanya salah satunya,
namun kasih itu haruslah kudus, jika ia dilakukan dengan mengabaikan kekudusan
maka itu bukanlah kasih.
Memberi salam dengan cium kudus :
“Kasih itu bukan kasih jika ia
mengabaikan kekudusan”.
Tapi hal apa
yang dapat kita pelajari dengan melihat kepada perkataan “saling memberi salam
dengan cium kudus”?
Yang pertama :
Saling memberi salam adalah suatu bentuk saling mengasihi sebagai saudara dalam
Tuhan. Namun penekananya adalah kasih itu bukanlah kasih jika ia mengabaikan
kekudusan (bahkan sesama jenispun dapat terjadi hubungan yang tidak wajar; perhatikanlah-dunia
ini semakin aneh). Bukan berarti kita menyingkirkan saudara kita ketika ia
berdosa namun dengan kasih, ia harus dibawa kembali kepada Allah dan hidup
kudus.
Memberi salam dengan cium kudus :
“Pernyataan kasih mesra dari pribadi
yang sejatinya mengasihi saudaranya yang lain”.
Hal kedua yang
saya mau sampaikan berhubungan dengan hal ini : Saudara tahu, jika saudara
mengamati perkataan cium ini ya, ada satu kejadian dimana hal ini menjadi sesuatu
yang benar-benar menyedihkan. Hal itu ada dalam kasus Yudas mengkhinati Yesus.
Saudara tahu bagaimana ia mengkhianati Yesus? Dengan sebuah salam dan ciuman. Ini
benar-benar menyedihkan. Kita dapat saja melakukan sesuatu yang secara
eksternal kelihatan begitu baik dan rohani tanpa benar-benar memaksudkannya,
bahkan bisa dalam semangat yang bertolak belakang dengannya, yaitu ‘pengkhianatan.
Dengan
membandingkan kasus-kasus ini, maka saudara dapat melihat bahwa dalam hal saling
memberi salam, hal itu adalah ungkapan kasih mesra, digerakan oleh kasih. Tapi
penekanannya adalah bahwa kasih itu sangatlah berkaitan dengan jati diri
saudara. Apa maksud saya? Dapatkah saudara melakukan suatu perbuatan baik tanpa
saudara yang di dalamnya baik? dapatkah saudara melakukan suatu tindakan kasih
tanpa kasih di dalamnya? Saya katakan dalam pengertian tertentu : “bisa”. Ada
banyak perbuatan baik dan kasih semacam ini. Kita sering begitu menekankan
mengenai doing (perbuatan) dan bukannya being (jati diri). Inilah persoalan
besar di dalam kekristenan. Bukannya perbuatan itu tidak penting, ia sangat
penting. Tapi perhatikanlah hal ini! Dapatkah seseorang yang hatinya tidak
seutuhnya bagi Tuhan melakukan suatu pelayanan? ‘bisa”, apapun itu yang disebut
pelayanan di gereja saat ini. Mereka dapat melakukan sesuatu namun itu bukanlah
mereka, dan itulah penipuan. Itulah kemunafikan.
Saudara ingat
akan teguran Yesus kepada Ahli Taurat dan orang Farisi?
Yesus katakan
mereka melakukan semuanya hanya supaya di lihat orang, mereka memakai tali
sembayang yang lebar dan jumbai yang panjang untuk memperoleh hormat (salam) di
jalan atau pasar. Yesus katakan : Bagaimana mungkin kalian membersihkan cawan
dan pinggan sebelah luarnya tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan
kerakusan?. Tuhan katakan bersihkan dulu sebelah dalamnya maka sebelah luarnya
pun akan bersih. Aneh, apakah ada di antara saudara yang jika mencuci gelas
bagian luarnya saja dan dalamnya tidak? Namun nampaknya, dalam hidup rohani,
inilah yang kita lakukan. Saudara dapat memberikan salam kepada orang lain,
tetapi apakah benar-benar saudara mengasihinya? Benarkah itu saudara? Benarkah
saudara mengasihi mereka? Memiliki perhatian kepada mereka?
Yesus katakan :
kamu seperti kuburan yang di labur putih, yang sebelah luarnya memang tampak
bersih tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang-belulang dan pelbagai jenis
kotoran. Kamu kelihatan hidup tapi di dalam kamu mati. Jadi, di luar kamu
tampak benar dimata orang tetapi di dalamya penuh dengan kejahatan. Sekiranya saudara
mementingkan hidup rohani saudara, maka perhatikanlah bagian dalam saudara,
yang tidak kelihatan itu. Mintalah agar Allah membersihkan dan mengubahkan
kita. Tapi di pihak kita, kita harus benar-benar mau atau bertekad untuk hal
itu. Sebagai contoh di dalam Roma 16, ketika Paulus menyatakan salamnya kepada
orang-orang yang dia sebutkan, hal itu di iringi dengan pernyataan Paulus
tentang apa yang Paulus lihat dalam hidup mereka. Paulus sangat memperhatikan
mereka, sebagai satu pribadi maupun sebagai satu jemaat.
Memberi salam ; “Kasih mesra sebagai
suatu dorongan dalam iman”.
Yang ke tiga :
Dalam menyatakan hal itu (karakter tiap-tiap orang), salam itu dimaksudkan untuk
memberikan suatu dorongan. Hal itu dengan mengingatkan apa yang telah Tuhan
kerjakan di dalam dan melalui mereka, seperti yang nampak dalam hidup mereka.
Kita harus tahu bahwa keadan orang Kristen pada waktu tidaklah mudah. Jadi,
salam ini adalah suatu pemberian semangat untuk terus maju dan melangkah bersama.
Di dalam Roma 1 : 12, Paulus katakan dia ingin bertemu dengan jemaat di Roma
agar masing-masing mereka turut terhibur oleh iman mereka bersama, baik oleh
iman mereka maupun oleh iman Paulus. Salam itu juga adalah suatu doa. Syalom
berarti damai sejahtera bagimu.
Memberi salam tidak hanya kepada
saudara :
“Ciri kehidupan Kristen yang luar
biasa, melebihi standart yang biasa”.
Yang terakhir
:
Kita juga
mengingat perkataan Tuhan, jikalau kita hanya memberi salam kepada saudara
kita, apakah lebihnya dengan orang berdosa? (Matius 5 : 47). Konteksnya pada
bagian itu, Ia sedang berbicara tentang mengasihi. Di sini Tuhan sedang
mengajarkan kita untuk hidup secara luar biasa, melebihi standart yang biasa. Dengan
kata lain, jika kita mengasihi saudara kita itu baik, namun lebih dari itu,
orang yang memusuhi kita. Kalau di antara saudara saja sulit, bagaimana dapat
hidup menurut hidup yang rohani, yang luar biasa, yang lebih dari yang biasa. Ada
saja kita temui, terdapat masalah di antara saudara sehingga mereka tidak lagi
memberikan salam satu dengan yang lain. Bagaimana kita dapat hdup secara lebih?.
Amin